Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-48) Jum’at, 1 Mei 2009 Bismillaahirrahmaanirrahiim Assalaamu’alaikum Wr. Wb. STRATEGI PENGEMBANGAN READING CULTURE (1) Kecenderungan masyarakat sekarang membentuk pola hidup masa kini dan masa depan. Kecenderungan itu adalah pergeseran dari ekonomi industri ke ekonomi informasi. Dalam ekonomi industri kapital merupakan sumber yang sangat strategis; sedangkan dalam ekonomi informasi, sumber yang paling strategis adalah informasi itu sendiri. Pada era global informasi menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan. Mereka yang dapat menguasai ekonomi informasi akan menjadi pemenang dalam persaingan hidup. Misalnya, informasi yang disebar-luaskan surat kabar dapat memberi kekuatan masyarakat untuk semakin peka terhadap lingkungan, semakin kritis terhadap fenomena sosial, dan semakin waspada terhadap penyimpangan pembangunan. Tingkat "melek huruf" di Indonesia yang memang membanggakan menunjukkan betapa besar usaha pemerintah maupun masyarakat untuk mewujudkan masyarakat Indonesia menjadi educated society (masyarakat terdidik), yaitu masyarakat yang telah dewasa dalam berpikir, bertingkah, dan berperasaan. Walaupun demikian, kebanggaan itu belum didukung dengan baik, yaitu dengan juga mempertinggi budaya baca (reading culture), padahal reading culture merupakan salah satu indikator kemajuan suatu bangsa. Walaupun pemerintah Indonesia telah mencanangkan bulan September sebagai Bulan Gemar Membaca, bulan Mei sebagai Bulan Buku Nasional, dan tanggal 14 September sebagai Hari Kunjung Perpustakaan, masyarakat Indonesia pada umumnya masih belum menunjukkan budaya baca yang tinggi. Indikatornya dapat dilihat, misalnya, di kendaraan umum atau ruang tunggu kebanyakan mereka hanya ngobrol, ngalamun, atau bahkan tidur. Sedangkan masyarakat Barat, misalnya di Inggris, pada umumnya membaca saat di kendaraan umum atau saat menunggu, walaupun hanya membaca sebuah buku cerita fiksi. Perintah al-Quran Al-Quran yang berasal dari kata kerja qara-a - yaqrau (membaca) berarti “bacaan”. Wahyu al-Quran yang pertama kali turun adalah surat al-’Alaq (segumpal darah) ayat 1 - 5:
Kata iqra’, yang terdapat dalam ayat 1, adalah kata kerja perintah yang berarti “bacalah”. Sesungguhnya kata iqra’ berasal dari kata qaraa’ yang pada mulanya berarti “menghimpun”. Dalam kamus bahasa Arab ternyata kata iqra’ tersebut mempunyai banyak arti yaitu menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu, dan sebagainya, yang kesemuanya bermuara pada arti “menghimpun”, yaitu menghimpun rangkaian kata-kata, huruf-huruf, atau ide-ide. Hal ini menunjukkan bahwa kata iqra’ mempunyai arti yang luas, tidak sekedar membaca secara tekstual tetapi juga membaca secara kontekstual (membaca situasi) yang berarti kata iqra’ bukan mengharuskan ada suatu teks tertulis sebagai obyek baca, bukan pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain. “Bacalah! atas nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah” (ayat 1 dan 2). Dua ayat ini menjelaskan bahwa membaca, secara tekstual maupun kontekstual, harus dilakukan karena Tuhan, atas nama Tuhan. Dengan demikian, aktivitas membaca dapat bernilai ibadah, yaitu pengabdian kepada Tuhan. Abdul Halim Mahmud (mantan Syaikh Universitas al-Azhar Mesir) menafsirkan ayat tersebut, sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab, dengan menyatakan: Dengan kalimat iqra’ bismi rabbik, al-Quran tidak sekedar memerintahkan untuk membaca, tetapi “membaca” adalah dari segala yang dilakukan manusia, baik yang sifatnya aktif maupun pasif. Kalimat tersebut dalam pengertian dan jiwanya ingin menyatakan “Bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu”. Demikian juga apabila Anda berhenti bergerak atau berhenti melakukan sesuatu aktivitas, maka hendaklah hal tersebut juga didasarkan pada bismi rabbik. Sehingga pada akhirnya ayat tersebut berarti “Jadikanlah seluruh kehidupanmu, wujudmu, dalam cara dan tujuannya, kesemuanya demi Allah” (Shihab, 1997:82). “Bacalah! dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajari (manusia) dengan perantaraan qalam/pena, yang mengajari manusia apa-apa yang tidak diketahuinya” (ayat 3, 4, dan 5). Ayat-ayat tersebut, selain memerintah untuk membaca, juga menjelaskan bahwa Tuhanlah yang Maha Pemurah, yang memberi pengetahuan dengan perantara pena kepada seluruh manusia tentang apa saja yang tidak diketahuinya. Hal ini berarti juga mengandung perintah untuk membudayakan kegiatan baca-tulis dalam kehidupan manusia, sedangkan kegiatan tersebut merupakan kegiatan utama dalam pencarian ilmu pengetahuan. Dalam hal ini Muhammad Quraish Shihab (mantan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta) mengatakan: Sehingga ayat tersebut berarti “Dia (Allah) mengajarkan dengan pena (tulisan) hal-hal yang telah diketahui manusia sebelumnya dan Dia mengajarkan kepada manusia (tanpa pena) apa yang belum diketahui sebelumnya”. Kalimat “yang telah diketahui sebelumnya” disisipkan karena isyarat pada susunan kedua, yaitu “yang belum (tidak) diketahui sebelumnya”. Sedang kalimat “tanpa pena” ditambahkan karena adanya kata “dengan pena” dalam susunan pertama. Yang dimaksud dengan ungkapan “telah diketahui sebelumnya” adalah khazanah pengetahuan dalam bentuk tulisan (Shihab, 1997:100). Dalam al-Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Barri, Nabi Muhammad saw. bersabda, “Thalabul-ilmi fariidhotun ‘alaa muslimin wa muslimaatin” (mencari ilmu itu wajib bagi orang Islam laki-laki dan perempuan). Dalam al-Hadits lain yang diriwayatkan oleh Baihaqi, beliau juga bersabda, “kun ‘aaliman aw muta’alliman aw mustami’an aw muhibban wa laa takun khaamisan fatahlik” (Jadilah kamu orang yang mengajar atau belajar atau pendengar (mendengarkan ilmu) atau pecinta (mencintai ilmu), dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima (artinya tidak mengajar, tidak belajar, tidak mendengar, dan tidak mencintai ilmu), maka kamu akan hancur. Nabi terakhir tersebut bersabda pula dalam al-Hadits lain yang diriwayatkan oleh Thabrani, “Man araadad-dunya fa’alaihi bil’ilmi wa man araadal-aakhirata fa’alaihi bil’ilmi wa man araadahuma fa’alaihi bil’ilmi” (barang siapa menghendaki kebahagiaan dunia maka wajib atasnya mengetahui ilmunya, dan barang siapa yang menghendaki kebahagiaan akhirat maka wajib baginya untuk mengetahui ilmunya, dan barang siapa menghendaki kebahagiaan keduanya maka wajib baginya untuk mengetahui ilmunya). Sedangkan al-Quran menyatakan, yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (surat al-Mujadilah (58) ayat 11). Perintah sejak14 abad yang lalu untuk mencari ilmu tersebut juga merupakan perintah untuk membaca dan menulis. Setiap orang yang mencari ilmu tidak akan terlepas dari kegiatan baca-tulis. Ilmu diperoleh salah satunya dengan cara membaca dan menulis, cara lain misalnya diskusi, tanya-jawab, praktik, dan pengalaman. Ilmu dapat memberi manfaat tidak hanya di dunia sekarang tetapi juga di akhirat kelak. Salah satu manfaat ilmu di dunia adalah untuk mencari nafkah, sedangkan manfaat di akhirat adalah sebagai jalan menuju surga. Nabi Muhammad saw, dalam al-Hadits riwayat Dailami, menyatakan, “Likulli syaiin thariiqun wa thariiqul-jannati al-ilmu” (segala sesuatu ada jalannya, dan jalan ke surga ialah ilmu). (bersambung) |
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
Alumni Antropologi UGM & Tarbiyah IAIN
http://muhstarvision.blogspot.com
0 comments: