•18:31
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-48)
Jum’at, 1 Mei 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

STRATEGI PENGEMBANGAN READING CULTURE (1)

Kecenderungan masyarakat sekarang membentuk pola hidup masa kini dan masa depan. Kecenderungan itu adalah pergeseran dari ekonomi industri ke ekonomi informasi. Dalam ekonomi industri kapital merupakan sumber yang sangat strategis; sedangkan dalam ekonomi informasi, sumber yang paling strategis adalah informasi itu sendiri. Pada era global informasi menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan. Mereka yang dapat menguasai ekonomi informasi akan menjadi pemenang dalam persaingan hidup. Misalnya, informasi yang disebar-luaskan surat kabar dapat memberi kekuatan masyarakat untuk semakin peka terhadap lingkungan, semakin kritis terhadap fenomena sosial, dan semakin waspada terhadap penyimpangan pembangunan.

Tingkat "melek huruf" di Indonesia yang memang membanggakan menunjukkan betapa besar usaha pemerintah maupun masyarakat untuk mewujudkan masyarakat Indonesia menjadi educated society (masyarakat terdidik), yaitu masyarakat yang telah dewasa dalam berpikir, bertingkah, dan berperasaan. Walaupun demikian, kebanggaan itu belum didukung dengan baik, yaitu dengan juga mempertinggi budaya baca (reading culture), padahal reading culture merupakan salah satu indikator kemajuan suatu bangsa.

Walaupun pemerintah Indonesia telah mencanangkan bulan September sebagai Bulan Gemar Membaca, bulan Mei sebagai Bulan Buku Nasional, dan tanggal 14 September sebagai Hari Kunjung Perpustakaan, masyarakat Indonesia pada umumnya masih belum menunjukkan budaya baca yang tinggi. Indikatornya dapat dilihat, misalnya, di kendaraan umum atau ruang tunggu kebanyakan mereka hanya ngobrol, ngalamun, atau bahkan tidur. Sedangkan masyarakat Barat, misalnya di Inggris, pada umumnya membaca saat di kendaraan umum atau saat menunggu, walaupun hanya membaca sebuah buku cerita fiksi.

Perintah al-Quran
Al-Quran yang berasal dari kata kerja qara-a - yaqrau (membaca) berarti “bacaan”. Wahyu al-Quran yang pertama kali turun adalah surat al-’Alaq (segumpal darah) ayat 1 - 5:
  1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
  2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah,
  3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,
  4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
  5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. al-’Alaq 96:1-5)

Kata iqra’, yang terdapat dalam ayat 1, adalah kata kerja perintah yang berarti “bacalah”. Sesungguhnya kata iqra’ berasal dari kata qaraayang pada mulanya berarti “menghimpun”. Dalam kamus bahasa Arab ternyata kata iqra’ tersebut mempunyai banyak arti yaitu menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu, dan sebagainya, yang kesemuanya bermuara pada arti “menghimpun”, yaitu menghimpun rangkaian kata-kata, huruf-huruf, atau ide-ide. Hal ini menunjukkan bahwa kata iqra’ mempunyai arti yang luas, tidak sekedar membaca secara tekstual tetapi juga membaca secara kontekstual (membaca situasi) yang berarti kata iqra’ bukan mengharuskan ada suatu teks tertulis sebagai obyek baca, bukan pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain.

“Bacalah! atas nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah” (ayat 1 dan 2). Dua ayat ini menjelaskan bahwa membaca, secara tekstual maupun kontekstual, harus dilakukan karena Tuhan, atas nama Tuhan. Dengan demikian, aktivitas membaca dapat bernilai ibadah, yaitu pengabdian kepada Tuhan. Abdul Halim Mahmud (mantan Syaikh Universitas al-Azhar Mesir) menafsirkan ayat tersebut, sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab, dengan menyatakan:
Dengan kalimat iqra’ bismi rabbik, al-Quran tidak sekedar memerintahkan untuk membaca, tetapi “membaca” adalah dari segala yang dilakukan manusia, baik yang sifatnya aktif maupun pasif. Kalimat tersebut dalam pengertian dan jiwanya ingin menyatakan “Bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu”. Demikian juga apabila Anda berhenti bergerak atau berhenti melakukan sesuatu aktivitas, maka hendaklah hal tersebut juga didasarkan pada bismi rabbik. Sehingga pada akhirnya ayat tersebut berarti “Jadikanlah seluruh kehidupanmu, wujudmu, dalam cara dan tujuannya, kesemuanya demi Allah” (Shihab, 1997:82).

“Bacalah! dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajari (manusia) dengan perantaraan qalam/pena, yang mengajari manusia apa-apa yang tidak diketahuinya” (ayat 3, 4, dan 5). Ayat-ayat tersebut, selain memerintah untuk membaca, juga menjelaskan bahwa Tuhanlah yang Maha Pemurah, yang memberi pengetahuan dengan perantara pena kepada seluruh manusia tentang apa saja yang tidak diketahuinya. Hal ini berarti juga mengandung perintah untuk membudayakan kegiatan baca-tulis dalam kehidupan manusia, sedangkan kegiatan tersebut merupakan kegiatan utama dalam pencarian ilmu pengetahuan. Dalam hal ini Muhammad Quraish Shihab (mantan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta) mengatakan:
Sehingga ayat tersebut berarti “Dia (Allah) mengajarkan dengan pena (tulisan) hal-hal yang telah diketahui manusia sebelumnya dan Dia mengajarkan kepada manusia (tanpa pena) apa yang belum diketahui sebelumnya”. Kalimat “yang telah diketahui sebelumnya” disisipkan karena isyarat pada susunan kedua, yaitu “yang belum (tidak) diketahui sebelumnya”. Sedang kalimat “tanpa pena” ditambahkan karena adanya kata “dengan pena” dalam susunan pertama. Yang dimaksud dengan ungkapan “telah diketahui sebelumnya” adalah khazanah pengetahuan dalam bentuk tulisan (Shihab, 1997:100).

Dalam al-Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Barri, Nabi Muhammad saw. bersabda, “Thalabul-ilmi fariidhotun ‘alaa muslimin wa muslimaatin” (mencari ilmu itu wajib bagi orang Islam laki-laki dan perempuan). Dalam al-Hadits lain yang diriwayatkan oleh Baihaqi, beliau juga bersabda, “kun ‘aaliman aw muta’alliman aw mustami’an aw muhibban wa laa takun khaamisan fatahlik” (Jadilah kamu orang yang mengajar atau belajar atau pendengar (mendengarkan ilmu) atau pecinta (mencintai ilmu), dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima (artinya tidak mengajar, tidak belajar, tidak mendengar, dan tidak mencintai ilmu), maka kamu akan hancur. Nabi terakhir tersebut bersabda pula dalam al-Hadits lain yang diriwayatkan oleh Thabrani, “Man araadad-dunya fa’alaihi bil’ilmi wa man araadal-aakhirata fa’alaihi bil’ilmi wa man araadahuma fa’alaihi bil’ilmi” (barang siapa menghendaki kebahagiaan dunia maka wajib atasnya mengetahui ilmunya, dan barang siapa yang menghendaki kebahagiaan akhirat maka wajib baginya untuk mengetahui ilmunya, dan barang siapa menghendaki kebahagiaan keduanya maka wajib baginya untuk mengetahui ilmunya). Sedangkan al-Quran menyatakan, yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (surat al-Mujadilah (58) ayat 11).

Perintah sejak14 abad yang lalu untuk mencari ilmu tersebut juga merupakan perintah untuk membaca dan menulis. Setiap orang yang mencari ilmu tidak akan terlepas dari kegiatan baca-tulis. Ilmu diperoleh salah satunya dengan cara membaca dan menulis, cara lain misalnya diskusi, tanya-jawab, praktik, dan pengalaman. Ilmu dapat memberi manfaat tidak hanya di dunia sekarang tetapi juga di akhirat kelak. Salah satu manfaat ilmu di dunia adalah untuk mencari nafkah, sedangkan manfaat di akhirat adalah sebagai jalan menuju surga. Nabi Muhammad saw, dalam al-Hadits riwayat Dailami, menyatakan, “Likulli syaiin thariiqun wa thariiqul-jannati al-ilmu” (segala sesuatu ada jalannya, dan jalan ke surga ialah ilmu).

(bersambung)


Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
Alumni Antropologi UGM & Tarbiyah IAIN
http://muhstarvision.blogspot.com
•00:43
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-47)
Jum’at, 24 April 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

TARBIYATUL-AULAAD – PENDIDIKAN ANAK (4 - Akhir)

How : Bagaimanakah mendidik anak?

Pertanyaan bagaimana berkaitan dengan cara atau metode. Dengan metode apa mendidik anak? Dalam bahasa Inggris metode adalah method yang artinya system (sistem) ataupun way of doing something (cara melakukan sesuatu) (Hornby, 1986:533). Sistem adalah rangkaian dari beberapa bagian yang saling berhubungan secara interdependensi (saling bergantung) dan rangkaian itu berproses untuk memberi hasil (output).

Menurut Koentjaraningrat, metode adalah cara atau jalan, yaitu cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat,1977:16). Ilmu yang mempelajari metode adalah metodologi. Metodologi berasal dari bahasa Yunani metodos (cara, jalan) dan logos (ilmu, Tuhan). Metodologi adalah cara melakukan sesuatu, dengan menggunakan pikiran yang seksama, untuk mengetahui dan mengerti tentang ilmu yang sedang dikaji berdasarkan bimbingan Tuhan (Cholid Narbuko, 1987:17).

Salah satu yang mendorong keberhasilan pendidikan adalah metode yang dipakai dalam mengajar. Metode dapat menentukan seberapa jauh anak didik memahami, menghayati, dan mengamalkan pelajaran yang disampaikan. Metode yang tepat akan mendukung tercapainya tujuan yang diinginkan. Kesalahan metode yang digunakan dapat menggagalkan proses belajar megajar. Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk memilih metode yang tepat dalam pengajarannya.

Mengajar (yang menjadi salah satu kegiatan dalam dunia pendidikan) merupakan da’wah (mengajak) ke jalan Tuhan, yang harus dilakukan dengan ilmu (hikmah) dan bijaksana. Allah berfirman:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS an-Nahl 24:125)

Beberapa metode yang dapat digunakan dalam mengajar anak adalah:

1. Metode ceramah (Speech)

Metode ceramah yang juga disebut dengan metode tabligh atau monologis, adalah cara mengajar yang dilakukan oleh guru atau orang tua secara lisan kepada anak didiknya dengan maksud memberitahu, menjelaskan, atau memberi petunjuk tentang bahan pelajaran dalam waktu dan ruangan tertentu.

Metode ini digunakan hampir pada setiap pelajaran. Dalam pelajaran sub-bidang studi Ibadah, misalnya, ruang lingkup dan pelaksanaan ibadah, terutama 'ibadatul-mahdhah, telah dibakukan oleh Allah melalui Rasul-Nya, sehingga memerlukan penjelasan secara benar sesuai dengan contoh Rasul. Penjelasan yang benar inilah merupakan tuntutan bagi guru untuk menggunakan metode ceramah. Jika penjelasan guru tidak benar, maka akan berpengaruh terhadap pemahaman dan pengamalan ibadah anak, sehingga ibadah anak itu sah atau tidak dapat diragukan. Apabila ibadah seseorang itu tidak benar (tidak sah), maka tidak akan diterima oleh Allah.

2. Metode dialog (Tanya jawab) - Dialogue

Metode ini, yang bisa digunakan pada semua pelajaran, dilakukan dengan mengadakan tanya jawab untuk mengetahui apakah ingatan anak dapat menguasai pelajaran yang disampaikan. Dalam hal ini guru/orang tua harus memberikan kesempatan bertanya kepada anak, sehingga anak dapat mengungkapkan kesulitan atau permasalahan yang sedang dihadapi, khususnya pelajaran yang disampaikan. Metode tanya jawab akan merangsang anak untuk kreatif atau berani mengungkapkan pendapat. Pengungkapan dialog seorang ayah (Nabi Ibrahim as) dan anaknya (Nabi Ismail as), ketika Ibrahim lewat mimpi diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih Ismail, adalah contoh metode dialog yang sangat menarik. Qad kaanat lakum uswatun hasanatun fii ibraahiim wal-ladziina ma’ahu….. (Sungguh telah ada teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dia)

3. Metode peragaan (praktek - practice)

Metode peragaan dapat disebut juga dengan metode pengamalan (praktek) atau metode demonstrasi. Metode peragaan adalah metode yang dilakukan dengan memperagakan alat pelajaran atau mempraktekkan pelajaran yang diberikan. Metode ini digunakan pada pelajaran yang dimungkinkan dapat dipraktekkan seperti baca-tulis al-Quran, wudhu, shalat, pelajaran komputer, menjahit, olahraga, dan sebagainya. Saat menggunakan metode ini diusahakan agar semua anak didik dapat melihat praktek yang sedang dilakukan. Jika memakai alat peraga, maka digunakan alat yang sederhana dan mudah didapat. Metode ini perlu dilakukan berulang-ulang, sehingga dapat menjadi kebiasaan yang baik.

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (QS ash-Shaf 61:2-3)

4. Metode Pemberian Tugas (Assignment)

Metode pemberian tugas adalah suatu cara dalam proses belajar-mengajar bilamana guru/orang tua memberi tugas tertentu dan anak didik mengerjakannya, lalu tugas tersebut dipertanggungjawabkan kepada guru. Guru memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada anak-anak berupa soal-soal atau ia memberi tugas-tugas yang harus dikerjakan di kelas. Misalnya, guru memberi tugas anak untuk mencatat waktu shalat Jum'at dan mencatat isi khutbahnya, guru memberi tugas agar anak selalu mencatat waktu shalatnya atau surat (ayat) dalam al-Quran yang dibaca di rumah. Pemberian tugas harus sesuai dengan kemampuan anak, baik kemampuan intelektual (ilmu), waktu, atau biayanya. Metode ini bisa digunakan untuk semua pelajaran.

Metode ini dapat mendorong anak untuk belajar di rumah dan mengembangkan kreativitas anak. Tugas-tugas yang diberikan anak juga dapat melatih untuk bertanggung jawab. Walaupun demikian, metode ini dapat mendorong anak untuk malas jika tugas yang diberikan tidak sesuai dengan kemampuan anak dan jumlahnya terlalu banyak.

5. Metode keteladanan (Model)

Dalam hal ini guru dan orang tua sebagai pendidik harus memberi contoh yang baik kepada anak didik, baik saat berbuat, bersikap, merasa, maupun berpikir. Apa-apa yang diperintahkan kepada anak hendak sudah dilakukan oleh pendidik. Rasulullah saw adalah the best model untuk seluruh ummat manusia.

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (QS al-Ahzaab 33:21)

6. Metode Cerita (Telling history and story)

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman (QS Yusuf 12:111).

7. Metode hadiah dan hukuman (Reward and punishment)

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah-biji sawi-pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah-pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula (QS al-Zalzalah 99:7-8)

8. Metode kunjungan (Tour)

Metode ini adalah kunjungan ke tempat-tempat yang mendukung penambahan pengetahuan anak didik, seperti masjid, perpustakaan masjid, perpustakaan lembaga-lembaga Islam, pondok pesantren, lembaga pendidikan Islam lain, museum, pantai, hutan, sawah, dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk memperluas wawasan dan pengalaman anak. Metode tour dapat dipakai untuk berbagai pengetahuan.

Banyak keuntungan metode tour , misalnya, kesan kunjungan ke tempat-tempat tersebut mudah diserap anak, dapat sekaligus menjadi penyegaran (refreshing) anak dan guru, serta dapat lebih mempererat hubungan antara lembaga pengunjung dan yang dikunjungi. Walaupun demikian, metode ini memiliki kekurangan seperti dapat memakan biaya yang mahal dan waktu yang relatif lama.

Dalam buku Tarbiyatul Aulad Fil Islam, Abdullah Nashih ‘Ulwan menyatakan lima metode mendidik anak, yaitu:
1. Mendidik dengan keteladanan atau contoh yang baik
2. Mendidik dengan pembiasaan yang baik
3. Mendidik dengan mengajarkan ilmu pengetahuan dan dialog tentang berbagai persoalan
4. Mendidik dengan memberikan pengawasan dan nasehat
5. Mendidik dengan memberikan hukuman atau sanksi


Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
Alumni Antropologi UGM & Tarbiyah IAIN
http://muhstarvision.blogspot.com
•18:22
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-46)
Jum’at, 17 April 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

TARBIYATUL-AULAAD – PENDIDIKAN ANAK (3)

Who, Where, and When: Siapa yang bertanggung jawab? Di mana? Dan Kapan?

Allah disebut dengan Rabbun-naas. Kata Rabbun diterjemahkan Tuhan dalam arti Tuhan yang mengatur, mendidik, dan menumbuhkan manusia. Pendidik yang sesungguhnya adalah Allah Murabbi (yang Maha Mendidik). Jika guru dan orang tua disebut pendidik maka jabatan pendidik itu hanyalah diamanatkan (dititipkan/dipinjamkan) oleh Allah kepadanya. Dalam masyarakat manusia penanggung jawab pendidikan adalah orang tua, guru, dan tokoh masyarakat. Orang tua bertanggung jawab di rumah, guru bertanggung jawab di sekolah, dan tokoh masyarakat bertanggung jawab di masyarakat. Tokoh masyarakat yang dimaksud adalah pemerintah, wakil rakyat, pejabat, kyai, dan sebagainya, yang berperan aktif di masyarakat. Ketiganya harus menyatu dalam satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Mereka harus bekerja sama, kompak, dan senada dalam langkah-langkah pendidikan. Ketiganya seperti tergambar dalam segi tiga sama sisi berikut:











Guru yang baik harus memenuhi beberapa kompetensi, yaitu:
1. Personal Competence (good personality)
2. Professional Competence (Science & Certificate, good achievement)
3. Pedagogical Methodological Competence (good Skill)
4. Social Competence (good human relationship)

Kapan pendidikan berlangsung? Pendidikan berlangsung seumur hidup (long life education). Nabi saw menyatakan, “uthlubul-‘ilma minal-mahdi ilal-lahdi” (mencari ilmu itu dari bayi /buaian sampai mati).

(to be continued)

Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
Alumni Antropologi UGM & Tarbiyah IAIN
http://muhstarvision.blogspot.com
•01:21
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-45)
Jum’at, 10 April 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

TARBIYATUL-AULAAD – PENDIDIKAN ANAK (2)

What : Apa Tujuan dan Materi Pendidikan Anak?

Jika disingkat tujuan pendidikan menurut Islam adalah:
Tujuan pendidikan = tujuan penciptaan manusia & tujuan risalah kenabian :

Tujuan pendidikan (penciptaan manusia) :
1. Abdullah (hamba Allah)
2. Khalifatullah (wakil-diamanati- Allah)

Tujuan pendidikan (risalah kenabian)
1. Akhlaqul-karimah (budi pekerti luhur)
2. Rahmatan lil-’aalamiin (rahmat alam)
3. Da’wah (ajakan ke jalan Allah)

Tujuan pendidikan menurut Islam adalah sama dengan tujuan Allah menciptakan manusia dan sama dengan tujuan Allah mengutus para nabi dan rasul. Tujuan ini merupakan perwujudan khaira ummah (best people). Manusia diciptakan oleh Allah swt. bukan tanpa tujuan, tanpa ukuran, dan bukan dengan sia-sia (QS. 3:190-191; 25:1-2; 54:49). Allah swt. menciptakan manusia dengan tujuan agar manusia menjadi hamba Allah (abdullah) yang selalu mengabdi (menyembah) kepada-Nya (QS. 2:21; 3:51; 4:36; 7:59,65,73,85; 51:56) dan wakil Allah (khalifatullah) di bumi untuk mengelola kehidupan (QS. 2:30-39).

Manusia sebagai hamba Allah berarti ia menjalankan fungsinya sebagai abdullah, yang senantiasa beribadah kepada Allah swt. Ibadah ialah segala aktifitas yang dilakukan dengan niat karena Allah, dengan mengikuti aturan Allah, dan dengan mencontoh Nabi Muhammad saw. sebagai utusan Allah, dan yang dipenuhi dengan rasa cinta dan takut kepada Allah swt. Jadi, manusia sebagai hamba Allah harus mengabdikan dirinya hanya kepada Allah swt., tidak sedikitpun menyekutukan-Nya dengan yang lain. Allah swt. Berfirman, yang artinya, “Hai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa” (QS. al-Baqarah 2:21); “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS. adz-Dzariyaat 51:56).

Walaupun demikian, dalam realitas sosial banyak manusia yang menghambakan diri (menyembah) kepada selain Allah seperti kepada hawa nafsu, uang, harta, jabatan, status, ilmu, teknologi, atasan, dan sebagainya (QS. 45:23-24). Mereka mencurahkan dengan sepenuhnya rasa cinta dan takut secara berlebihan kepada selain Allah tersebut, sehingga lupa fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah (abdullah). Karena terlalu cinta kepada harta, uang, dan jabatan, mereka tidak memandang halal atau haram, asalkan tujuan tercapai.

Manusia sebagai wakil Allah di bumi berarti manusia melakukan fungsinya sebagai khalifah, yaitu khalifatullah fil-ardhi. Fungsi ini menuntut manusia untuk mengatur kehidupan dalam berbagai bidang di bumi dengan sebaik-baiknya, yaitu dengan mengikuti peraturan-peraturan yang telah digariskan oleh Sang Pemberi mandat (kepercayaan) yaitu Allah swt. Jika aturan Allah ditaati, maka kehidupan dunia akan harmonis, sebagaimana keharmonisan kehidupan alam semesta yang telah mentaati aturan Allah (sunnatullah). Sebaliknya, jika kehidupan di bumi diatur oleh orang yang tidak beriman, yang mengingkari aturan Allah, maka konflik-konflik akan terus muncul.

Allah mengutus para nabi dan rasul, khususnya Rasulullah saw, dengan tujuan akhlaqul-karimah, rahmatan lil-‘aalamiin, dan da’wah. Pendidikan hendaknya juga bertujuan mencapai hal tersebut. Dalam hadits dinyatakan, “innamaa bu’itstu liutammima makaarimal-akhlaaq” (sesungguhnya aku diutus untuk memuliakan akhlaq). Dalam ayat dinyatakan, “wamaa arsalnaaka illaa rahmatan-lil-‘aalamiin” (dan tidaklah Aku mengutusmu – Muhammad, kecuali sebagai rahmah bagi alam semesta).

Allah berfirman, yang artinya, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
(QS an-Nahl 24:125)

Materi Pendidikan Islam mencakup:
1. Pendidikan Nilai
2. Pendidikan Rohani (hati)
3. Pendidikan Jasmani
4. Pendidikan Akal (otak)
5. Pendidikan Ketrampilan

Al-Quran memberikan materi pendidikan untuk anak-anak, secara khusus, sebagai berikut (QS. Luqman 31:12-19) :
1. Aqidah Tauhid (ayat 13)
2. Bakti pd Orang Tua (ayat 14)
3. Tanggung Jawab (ayat 16)
4. Menegakkan Shalat (ayat 17)
5. Amar ma’ruf Nahi Munkar (ayat 17)
6. Akhlaqul Karimah (ayat 18-19)

Rasulullah saw bersabda, “’allimuu aulaadakumus-sibaahata war-rimaayata” (ajarkanlah anak-anakmu berenang dan memanah – HR Dailami).

Dalam hadits lain beliau juga bersabda, yang artinya, “Segala sesuatu yang bukan termasuk dzikir kepada Allah adalah permainan dan sendau gurau, kecuali empat perkara: sendau gurau dengan istri, orang yang melatih kudanya, orang yang berjalan di antara dua sasaran dalam latihan menembak, dan orang yang mengajar berenang” (HR Nasa’i).

Allah berfirman, yang artinya, “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)” (QS al-Anfaal 8:60).

(to be continued)

Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
Alumni Antropologi UGM & Tarbiyah IAIN
http://muhstarvision.blogspot.com
•21:30
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-44)
Jum’at, 3 April 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

TARBIYATUL-AULAAD – PENDIDIKAN ANAK (1)

Secara global atau umum Pengajian PDF seri ke- 36 (Jum’at, 6 Pebruari 2009, yaitu Islam Pendidikan) telah membahasa bagaimana Islam memandang pendidikan. Pada seri ke-44 ini (dan beberapa seri berikutnya) Islam pendidikan akan dibahasa semakin detail dengan mengambil judul Tarbiyatul-aulaad (Pendidian Anak). Pembahasan tentang Tarbiyatul-aulaad akan sangat panjang, karena mencakup banyak pertanyaan, yaitu dengan kata tanya 5 W dan 1 H :
Why? Mengapa? : Sebab, Niat, Motivasi Pendidikan
What? Apa? : Tujuan, Materi Pendidikan
Who? Siapa yang Bertanggung Jawab dalam Pendidikan?
Where? Dimana? : Tempat Pendidikan
When? Kapan? : Waktu Pendidikan
How? Bagaimana? : Cara, Metode Pendidikan
Dalam beberapa seri ke depan Pengajian PDF akan membahas satu-per-satu tersebut secara singkat.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Pasal 1).

Why: Mengapa Anak harus dididik?

Pertanyaan why berkaitan dengan intention (niat), sebab, atau motivasi. Mengapa hidup? Karena apa (niat apa) kita berbuat sesuatu? Sebagaimana pertanyaan mengapa hidup, pertanyaan mengapa mata melihat, mengapa telinga mendengar, mengapa mulut berbicara dan makan-minum, mengapa otak berpikir, mengapa kaki berjalan, mengapa jantung mengurusi peredaran darah, mengapa paru-paru mengurusi sistem pernafasan , mengapa hidung membau, dan mengapa-mengapa yang lain yang positif, mempunyai jawaban yang sama yaitu because of Allah, karena memang hanya Allah yang memerintah dan mengatur semua itu. Pertanyaan “mengapa (why) anak harus dididik”? Jawabannya adalah “kita mendidik anak karena Allah”, jadi ada motivasi ilahiah. Ketika kita melakukan perbuatan apapun yang positif (tentunya) harus berniat karena Allah semata.

Manusia/Anak didik karena :

1. Lahir dalam keadaan tidak tahu apa-apa/belum berilmu

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (QS. an-Nahl 16:78)

2. Membawa potensi tauhid rububiyah/keagamaan

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (QS. al-A’raaf 7:172)

3. Ada kekhawatiran masa depan

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (QS an-Nisaa’ 4:9)

4. Anak adalah amanah dan cobaan

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS an-Nisaa’ 4:58)

Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar QS ath-Taghabun 64:14-15)

Dari Abdillah bin Amrin berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Cukup dikatakan berdosa seseorang yang mengabaikan tanggung-jawab keluarga” – kafaa bilmar-i itsman an-yudhoyyi’a man-yafuutu (HR Abu Dawud dan Nasai)

5. Ilmu menjadi bekal hidup

Barang siapa yang menghendaki dunia maka baginya ada ilmunya, barang siapa menghendaki akhirat maka baginya ada ilmunya, dan barang siapa menghendaki keduanya maka baginya ada ilmunya (Hadits)

( to be continued )

Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
Alumni Antropologi UGM & Tarbiyah IAIN
http://muhstarvision.blogspot.com