•00:41
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-69)
Jum’at, 25 September 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.


FUNGSIONALISASI AJARAN ISLAM

Permasalahan pada era globalisasi yang berupa kemiskinan natural, sosial, maupun spiritual (dan juga kemiskinan material), khususnya di kalangan kaum muslimin, tampaknya terjadi karena disfungsionalnya ajaran Islam dalam kehidupan atau paling tidak kurang berfungsi. Fungsionalitas atau disfungsionalitas ajaran Islam tergantung bagaimana usaha ummat Islam, apakah mereka mau dan mampu menghayati serta mengamalkan ajaran agamanya atau tidak. Secara ideal ajaran Islam yang berasal dari Allah itu sangat fungsional.

Mengacu pemikiran antropolog Bronislaw Malinowski, bahwa fungsionalitas sesuatu tergantung pada kemampuan memenuhi kebutu­han atau manfaatnya, agama Islam pun menunjukkan hal tersebut. Ajaran Islam mampu memenuhi kebutuhan manusia seperti kebenaran, keselamatan, ketentraman, dan kedamaian. Pemenuhan kebutuhan itu ditujukan kepada siapa saja, sesuai dengan universalitas dan obyektifitas Islam. Dengan demikian siapa saja dan di mana saja, baik mahluk biotik maupun abiotik, dapat merasakan kehadiran Islam di muka bumi ini, sebagai rahmatan lil-'aalamiin.

Dari segi bahasa, Islam berasal dari kata aslama yang berarti tunduk, patuh, dan menyerahkan diri. Jadi, Islam adalah ketundukan dan kepatuhan kepada suatu aturan sehingga selamat dan damai. Karena Islam adalah nama agama yang diridloi oleh Allah, ketundukan dan kepatuhan itu harus ditujukan kepada aturan-Nya. Ketundukan dan kepatuhan itu berlaku untuk semua isi alam semesta ini tanpa kecuali. Jika sesuatu keluar dari aturan maka ia tidak­lah islami, sehingga tidak akan diterima oleh Sang Pembuat aturan (Q.S al-'Imran 3:19,83,85).


Agama Islam mempunyai kontribusi yang tidak kecil terhadap ­sistem kehidupan manusia, yaitu struktur sosial masyarakat. Nilai-nilai luhur dalam agama Islam akan mengharmoniskan dan menentramkan kehidupan manusia, sebagaimana keharmonisan alam karena telah "Islam" (tunduk, patuh) pada aturan-Nya. Apabila nilai-nilai Islam diabaikan, maka kehidupan ini akan kacau dan penuh dengan penyimpangan, sebagaimana indikasinya telah tampak pada jaman sekarang ini seperti peperangan, korupsi, prostitusi, judi, dan bentuk kriminalitas lainnya.


Nilai-nilai Islam, misalnya, terdapat dalam ajaran shalat. Dalam shalat terdapat nilai kesucian dan kebersihan (orang shalat harus bersih atau suci badan, pakaian dan tempat sehingga ia harus berwudlu), nilai kedisiplinan baik disiplin waktu maupun disiplin peraturan (orang shalat harus disiplin, dalam arti ia harus melakukan yang seharusnya dilakukan, ia harus tepat waktu serta benar dalam mengerjakan), nilai ketenangan dan konsentrasi (orang shalat harus khusu' dan tawadlu'), nilai konsistensi terhadap prinsip (pada prinsipnya shalat harus dikerjakan dengan gerakan dan bacaan yang sama, ia harus dikerjakan bagaimanapun keadaannya), nilai solidaritas sosial (dalam status sosial apapun orang shalat harus melakukan gerakan dan bacaan yang sama, ini terlihat jelas pada shalat jama'ah), nilai ketaatan pada pemimpin (terlihat jelas dalam shalat jama'ah), dan sebagainya. Nilai-nilai tersebut harus direfleksikan dalam realitas empirik agar shalat benar-benar fungsional dalam kehidupan.


Ibadah haji juga memberi makna-makna simbolik yang bernilai positif, baik dalam syarat-syarat maupun rukun-rukun haji. Makna-makna tersebut antara lain demokratisasi, solidaritas sosial, kedisiplinan, kebersihan (kesucian), dan keseriusan. Misalnya, simbol pakaian ihram yaitu pakaian putih yang tidak berjahit. Makna simbolik warna putih adalah kesucian, sedangkan "tidak berjahit" berarti tidak perlu dibuat-buat (artifisial), apa adanya, jujur. Semua yang berhaji berpakaian sama, pakaian ihram, sedangkan pakaian dunia seperti kaos oblong, jeans, PSH, safari, jas, dan sebagainya dilepas semua. Artinya, semua status sosial duniawi harus ditinggalkan. Semua sama di hadapan Allah SWT, kecuali taqwanya.


Talcott Parson, sosiolog Amerika, menyatakan bahwa suatu sistem berfungsi jika memenuhi prasyarat fungsional yaitu adapta­si, tujuan, sub-sistem, dan identitas. Sebagai suatu sistem, agama Islam mempunyai prasyarat fungsional. Pertama, Islam mampu beradaptasi pada situasi tertentu namun berpijak pada prinsip yang tetap. Misalnya, shalat dikerjakan dengan berdiri tetapi jika tidak mampu dilakukan dengan duduk, berbaring, atau hanya dengan hembusan nafas. Walaupun demikian, shalat harus dikerja­kan.


Kedua, ajaran Islam mempunyai tujuan. Secara keseluruhan ajaran Islam dilaksanakan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (Q.S 16:97). Shalat dilakukan untuk mengingat Allah (Q.S 20:14), zakat dilakukan untuk menggalang solidaritas sosial (Q.S 9:60), puasa dilakukan agar menjadi orang yang taqwa (Q.S 2:183),mencari ilmu untuk memperoleh derajat yang tinggi (Q.S 58:11), dan sebagainya.


Ketiga, agama Islam merupakan sistem yang mempunyai subsis­tem seperti konsep ketuhanan, rasul, kitab suci, ummat, dan ajaran. Sub-subsistem itu harus berintegrasi. Kaum muslimin harus menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya yang dicontohkan oleh Rasul atas dasar iman pada Tuhan, sebagaimana diperintahkan dalam al-Quran.


Keempat, Islam mempunyai identitas yang jelas. Ia dicirikhas­kan oleh sistem nilai yang ada padanya, nilai yang sesuai dengan fitrah manusia. Ia sarat dengan nilai-nilai, yaitu nilai-nilai yang sakral, normatif, konstruktif, universal, aktual, dan obyek­tif. Ummat Islam dituntut untuk mengaktualisasikan nilai-nilai tersebut agar Islam benar-benar fungsional dan aktual dalam masyarakat.



Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
Alumni Antropologi UGM & Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga
Alumni Aberystwyth University, UK
Ketua Kibar UK 2009/2010
http://muhstarvision.blogspot.com
Reblog this post [with Zemanta]
•02:11
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-68)
Jum’at, 18 September 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.


PASCA RAMADHAN, BAGAIMANA?

Bulan Ramadhan telah berusaha membentuk insan kamil dengan cara berpuasa, shalat, zakat, memperbanyak baca al-Quran, shodaqoh, dan amal sholeh lainnya. Tujuan puasa adalah membentuk orang yang bertaqwa kepada Allah, yaitu orang yang senantiasa melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, orang yang dapat menjaga diri agar senantiasa hidup di jalan Tuhan, jalan kesucian, kebenaran, dan keadilan. Puasa mampu menciptakan pengendalian diri manusia dengan baik. Manusia harus mampu mengendalikan dirinya dengan baik. Dengan pengendalian diri yang baik, atas hasil ibadah puasa, manusia tidak akan menjadi rakus harta, serakah uang, banyak ambisi jabatan, penyalahgunaan jabatan, penyelewengan amanat, dan penyimpangan moral.

Puasa mampu menghasilkan manusia yang bertaqwa, manusia yang bersih hatinya dan benar perbuatannya. Orang yang berpuasa berempati (ikut merasakan) kepada kaum lemah, dia merasakan kepedihan lapar dan haus yang lebih sering dirasakan oleh orang miskin. Dengan memperbanyak shodaqoh dan membayar zakat, orang yang berpuasa menyisihkan sebagian hartanya untuk menolong fakir miskin. Dengan membiasakan beramal sholeh dan banyak menghindari perbuatan dosa, dia menjadi orang yang berakhlaq mulia. Dengan banyak mengkaji al-Quran dan al-Hadits serta ajaran-ajaran Islam, dia menjadi orang berilmu tinggi. Dengan puasa, orang beriman akan menjadi lebih jujur, sabar, ikhlas, disiplin, adil, dan rendah hati. Hal-hal itulah ciri orang yang bertaqwa.

Setelah Ramadhan ini Kita akan menghadapi berbagai ujian (tantangan) untuk mengetahui apakah kita benar-benar mencapai tujuan puasa atau tidak ; lulus Ramadhan atau tidak. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Bazzar, dari Ibnu Umar R.A., Rasulullah menyatakan bahwa ada lima perkara yang jika manusia diuji dengannya maka sangat berat akibatnya, sehingga Rasulullah memohon kepada Allah agar manusia tidak menemui ujian itu. Lima perkara yang menjadi ujian (tantangan) itu ialah :

1. Tidak akan merajalela dekadensi moral di kalangan masyarakat kecuali kalau mereka melakukan kemaksiatan secara terang-terangan
sehingga mereka dilanda penyakit wabah dan kelaparan berkepanjangan, yang hal itu belum pernah terjadi pada ummat sebelumnya.

Dekadensi moral kini telah berada di depan mata kita, dengan kemaksiatan yang sangat transparan. Hari suci (yaitu Jum’at) dan bulan suci (yaitu Ramadhan) telah dikotori dengan kemaksiatan. Judi togel (toto gelap) yang beredar setiap malam secara terang-terangan, yang diminati oleh ratusan ribu orang (yang kebanyakan mengaku beragama Islam), minum minuman keras, nampaknya berkibar kembali setelah Ramadhan ini. Dunia prostitusi juga nampak bergairah lagi usai Ramadhan ini. Dunia kriminalitas terus saja bernapas. Penyalahgunaan narkoba juga terus membara. Para pemabuk akibat minuman keras nampak terus melintas. Pencurian-pencurian pada suasana Idul Fitri nampak tidak berhenti. Suami hidung belang dan istri simpanan masih terus merasa nyaman. Setiap hari Koran tidak pernah absen menampilkan berita-berita kriminal.

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari dan Nasai, dari Abi Hurairah, Rasulullah menyatakan, “Kelak akan datang kepada ummat manusia suatu masa di mana mereka tidak memperdulikan lagi cara bekerja, entah haram atau halal, yang penting mendapat penghasilan (uang)”.

2. Mengurangi takaran dan timbangan
sehingga mereka ditimpa paceklik panjang dan beaya hidup sangat tinggi, dan dipimpin oleh penguasa yang dholim.

Kita artikan mengurangi takaran dan timbangan secara luas, tidak hanya saat berjualan atau berbisnis di pasar. Mengurangi takaran dan timbangan berarti memakan atau memotong hak-hak orang lain secara tidak benar, seperti korupsi yang biasanya dilakukan oleh para pejabat. Korupsi di negeri mayoritas Muslim telah membudaya, artinya telah terjadi secara terus menerus dan sistematis, seolah telah berpola rapi, sehingga sangat sulit diberantas. Korupsi dapat menyebabkan “paceklik panjang” (krisis ekonomi) dan beaya hidup sangat tinggi (harga-harga barang dan pajak terus meroket).

Allah berfirman, “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau meninmbang untuk orang lain, mereka mengurangi” (QS. al-Muthaffifiin 83:1-3).

3. Enggan membayar zakat
sehingga mereka ditimpa kemarau panjang, dan sekiranya tidak ada binatang-binatang tentu tidak akan turun hujan selamanya.

Banyak orang kaya, banyak orang Islam kaya di negeri kita dan belahan dunia semua; Tetapi mengapa kemiskinan terus melanda negeri ini, mengapa jumlah orang miskin sulit berkurang?! Salah satu penyebabnya adalah tidak sedikit orang kaya yang enggan membayar zakat dan juga shodaqoh maupun infak. Jika mereka membantu si miskin, di akan bertanya “Saya dapat apa dari membantu si miskin itu?” , padahal Allah swt. melarang seseorang yang membantu orang lain tetapi dia berharap dari orang yang dibantu itu. Sesungguhnya berharap hanya kepada Allah.

Krisis ekonomi dan keuangan terjadi akibat tingkah laku orang-orang yang rakus, serakah, korup, dholim, monopolis (ingin menang sendiri), dan tidak jujur. Sifat-sifat tersebut menggambarkan sifat yang jauh dari ajaran agama, walaupun mereka mengaku orang yang beragama yang hidup di negeri yang ber-sila Ketuhanan yang Maha Esa. Mereka ingin terus menumpuk dan menumpuk kekayaan; Mereka enggan, karena kikir, untuk mengeluarkan sebagian hartanya guna disumbangkan ke fakir miskin dan anak yatim; Mereka enggan untuk memberikan 2,5% dari hartanya untuk kaum lemah sebagai zakat-mal-nya; Mereka adalah pendusta agama. Merekalah orang-orang kaya yang tidak beriman dan tidak bertaqwa kepada Allah swt. Merekalah sebenarnya penghancur ekonomi saat ini, sehingga menyebabkan lebih banyak orang miskin, PHK, pengangguran, dan banyak anak jalanan, sehingga mudah melahirkan tindakan kriminalitas seperti mencuri, merampok, dan bahkan membunuh.

4. Tidak memenuhi janji-janji Allah dan Rasulullah
sehingga mereka dikuasai oleh musuh yang berlaku sewenang-wenang dalam merampas hak mereka.

Setiap hari seorang muslim pasti berjanji kepada Allah minimal 17 kali, yaitu dalam surat al-Fatikhah (iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin – hanya kepada-Mu/Allah kami mengabdi/beribadah dan hanya kepada-Mu/Allah kami memohon pertolongan). Kita harus beribadah atau mengabdi hanya kepada Allah, yaitu mencurahkan seluruh kecintaan, kedekatan, ketaatan, dan harapan hanya kepada Allah semata. Jika Kita mencintai Allah, maka harus mengikuti Rasulullah ( qul inkuntum tuhibbunallaah fattabi’uunii). Namun demikian, dalam realitas sosial banyak manusia yang mencurahkan seluruh kecintaan, kedekatan, ketaatan, dan harapan kepada uang, harta, jabatan (pekerjaan), “kursi”, atasan, atau bahkan kepada kekuatan otot dan otaknya sendiri.

Orang yang mengakhiri shalat, mereka sedang berjanji untuk memberi keselamatan, rahmat (kasih sayang), dan keberkahan untuk siapa saja, manusia atau bukan manusia, muslim atau non muslim, baik di sebelah kananku atau kiriku.

5. Pimpinan-pimpian mereka tidak lagi berpegang kepada Kitabullah serta beralih kepada hukum-hukum buatan manusia
, sehingga kemudian Allah menimpakan permusuhan di antara mereka.

Banyak permusuhan di masyarakat manusia dan banyak percekcokan di panggung politik, sehingga meresahkan masyarakat, karena para pemimpin melupakan hukum Allah. Mereka ingat hukum Allah jika menguntungkan bagi diri dan golongannya. Syariat Islam cukup dikandangkan, cukup sebagai wacana, dan tidak perlu menjadi aturan negara. Itulah realitas di dalam kehidupan.

Gerakan shalat dapat menggambarkan simbol kepemimpinan yang ideal. Kepala yang di dalamnya terdapat otak menjadi koordinator aktifitas tubuh manusia. Saat shalat kepala harus bergerak di atas (saat berdiri), di tengah (saat ruku' dan duduk), dan di bawah (saat sujud). Hal ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus memperhatikan seluruh rakyatnya, baik kelas bawah, menengah, maupun atas. Dia seharusnya dapat bermusyawarah dengan rakyatnya di kalangan atas dengan demokratis. Dia seharusnya melihat keadaan dan mendengar suara rakyat kelas menengah. Dia juga seharusnya "turun ke bawah" untuk memperhati­kan keawaman dan kemiskinan rakyat bawah, untuk mendengarkan rintihan dan usulan wong cilik, dan untuk memikirkan pemecahan problematika mereka.

Sudahkah para pemimpin bangsa ini merefleksikan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari?! Apakah perhatian mereka telah benar-benar sampai ke rakyat paling bawah seperti para gelandangan, anak jalanan, pengangguran, dan buruh kecil?! Kita berharap semoga para pemimpin bangsa Indonesia ini menjadi pemimpin yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, yang berpuasa, yang membayar zakat, mendirikan shalat, yang merakyat, yang demokratis, dan yang bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).

Akhirnya kita usahakan bahwa “suasana Ramadhan” dipindahkan ke luar Ramadhan; Setelah Ramadhan, puasa diteruskan dengan enam hari syawal, Senin-Kamis, atau puasa sunnah yang lain. Bangun sebelum subuh untuk makan sahur diganti dengan bangun sebelum subuh untuk shalat tahajud-witir (sekaligus sebagai ganti shalat tarawikh), tadarus al-Quran masih diteruskan (tidak berhenti dengan berakhirnya Ramadhan), ZIA (zakat infaq shadaqah) diteruskan dengan rutin memasukkan uang ke kotak masjid setiap jum’at, belajar tentang Islam diteruskan, seluruh perbuatan baik (amal solih) Ramadhan diteruskan sampai kembali kepada Allah swt (kematian). Semoga Allah swt membimbing kita dan memberi kemampuan lahir-batin untuk melaksanakan itu semua, aamiin ya Mujiibas-saailiin, Rabbanaa taqabbal-du’a.


Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
Alumni Antropologi UGM & Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga
Alumni Aberystwyth University, UK
Ketua Kibar UK 2009/2010
http://muhstarvision.blogspot.com
Reblog this post [with Zemanta]
•12:24
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-67)
Jum’at, 11 September 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.


METODE PENGAJARAN IBADAH

Menurut al-Quran surat adz-Dzaariyaat ayat 56, tugas (kewajiban) manusia hidup di dunia adalah beribadah kepada Allah SWT. "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku", demikian firman Allah SWT. Aksioma (kepastian) ayat tersebut berlaku bagi semua manusia di mana pun bera¬da. Hal ini berarti tuntutan untuk mengabdi (beribadah) kepada Allah adalah suatu kepastian yang tidak dapat diubah.

Ibadah merupakan suatu proses yang harus dipelajari, karena manusia memerlukan ilmu untuk melaksanakan ibadah dan bahkan untuk melaksanakan semua aktifitas kehidupan di dunia. Manusia, yang menurut al-Quran surat an-Nahl ayat 78 dilahirkan dalam keadaan "tidak mengetahui apapun", mempunyai banyak kemungkinan untuk dikembangkan. Salah satu hal yang dapat dikembangkan adalah "potensi ketauhidan" yang dibawa sejak dalam kandungan, sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran surat al-A'raaf ayat 172. Ayat tersebut berisi dialog kontrak perjanjian ketauhidan antara manusia dengan Tuhannya. Pengabdian manusia kepada Allah merupakan tindak lanjut (follow up) atau "pengembangan" dari kontrak perjanjian ketauhidan yang telah dilakukan manusia.

Oleh karena pelaksanaan ibadah memerlukan ilmu, seorang hamba Allah harus mempelajari mekanisme ibadah agar mencapai peribadatan yang ideal menurut Tuhan. Realitas empirik menunjukkan bahwa masih ada manusia yang beribadah kepada Tuhannya menurut aturannya sendiri, tidak menurut contoh Nabi sebagaimana diperintahkan oleh Allah. Dengan demikian, muncullah penyimpangan peribadatan seperti adanya trinitas, menyembah Tuhan melalui "oknum" (patung, kuburan, pohon besar, gunung, dan sebagainya) dan bahkan tidak diperhamba Tuhan tetapi diperhamba oleh harta, uang, atau teknologi.

Fenomena penyimpangan peribadatan itu akan lebih tragis lagi jika terjadi pada anak didik (khususnya para siswa yang muslim). Anak didik memerlukan pemahaman tentang ibadah yang benar menurut Allah SWT agar tidak terjadi penyimpangan. Dalam hal ini para orang tua maupun guru agama Islam dituntut untuk mengantisipasinya. Mereka dituntut untuk mengarahkan anak didik agar tetap di jalan yang benar. Mereka dituntut untuk memberi penjelasan yang benar tentang ibadah (shalat, puasa, zakat, haji, berbakti pada orang tua, dan sebagainya), sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Permasalahan yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mengantisipasi hal tersebut dan metode apa yang dimungkinkan tepat untuk mengatasinya.

Dalam bahasa Inggris metode adalah method yang artinya system (sistem) ataupun way of doing something (cara melakukan sesuatu) (Hornby, 1986:533). Sistem adalah rangkaian dari beberapa bagian yang saling berhubungan secara interdependensi (saling bergantung) dan rangkaian itu berproses untuk memberi hasil (output).

Menurut Koentjaraningrat, metode adalah cara atau jalan; yaitu cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1977:16). Ilmu yang mempelajari metode adalah metodologi. Metodologi berasal dari bahasa Yunani metodos (cara, jalan) dan logos (ilmu, Tuhan). Metodologi adalah cara melakukan sesuatu, dengan menggunakan pikiran yang seksama, untuk mengetahui dan mengerti tentang ilmu yang sedang dikaji berdasarkan bimbingan Tuhan (Cholid Narbuko 1987:17).

Sehubungan dengan pengajaran agama Islam dengan sub-bahasan tentang ibadah (shalat, puasa, zakat, haji, dan thaharah), ada beberapa metode yang dimungkinkan tepat untuk digunakan. Metode yang dimaksud adalah metode ceramah, metode tanya jawab, metode peragaan, metode pemberian tugas, dan metode keteladanan.

1. Metode Ceramah

Metode ceramah, yang juga disebut dengan metode tabligh atau monologis, adalah cara mengajar yang dilakukan oleh guru secara lisan kepada para siswanya dengan maksud memberitahu, menjelaskan, atau memberi petunjuk tentang bahan pelajaran dalam waktu dan ruangan yang sama.

Metode ceramah digunakan hampir pada setiap pengajaran. Metode ceramah perlu digunakan dalam pengajaran ibadah. Ruang lingkup dan pelaksanaan ibadah, terutama ibadah yang khusus, telah dibakukan oleh Allah melalui Rasul-Nya, sehingga memerlukan penjelasan secara benar sesuai dengan contoh Rasul. Penjelasan yang benar inilah merupakan tuntutan bagi guru untuk menggunakan metode ceramah. Jika penjelasan guru tidak benar, maka akan berpengaruh terhadap penghayatan dan pengamalan ibadah anak, sehingga ibadah anak itu syah atau tidak dapat diragukan. Apabila ibadah seseorang itu tidak benar (tidak syah), kemungkinan besar amalan ibadahnya tidak akan diterima oleh Allah.

Kebaikan metode ceramah adalah guru dapat menghemat waktu dan tenaga, selain metode ceramah adalah metode yang paling praktis dan efisien. Hal ini sangat menguntungkan bagi guru yang sibuk, apalagi jika bahan yang disampaikan banyak sedangkan waktunya sangat terbatas.

Adapun kelemahan metode ceramah adalah guru cenderung memborong semua keterangan atau mendominasi suasana kelas. Hal ini sebenarnya tidak menjadi masalah, khususnya dalam pengajaran ibadah, karena penjelasan ibadah harus diberikan oleh orang yang benar-benar paham. Kelemahan yang lain adalah hampir sebagian besar waktu untuk guru, sedangkan anak-anak pasif menerima. Kelemahan kedua ini dapat diatasi dengan menggunakan metode lain.

2. Metode Tanya Jawab

Metode ini dilakukan dengan mengadakan tanya jawab untuk mengetahui apakah ingatan anak dapat menguasai pelajaran yang disampaikan. Dalam hal ini guru harus memberikan kesempatan bertanya pada anak, sehingga anak dapat mengungkapkan kesulitan atau permasalahan yang sedang dihadapi, khususnya tentang pelajaran yang disampaikan. Metode tanya jawab akan merangsang anak untuk kreatif atau berani mengungkapkan pendapat.

Sehubungan dengan hal tersebut seorang guru harus menguasai masalahnya, harus memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk mengajukan pikiran, pendapat, atau kritiknya. Hendaknya guru mengarahkan obyek pertanyaan agar tetap pada pelajaran yang dibahas, sehingga pertanyaan anak didik tidak melantur ke mana-mana atau keluar dari pokok masalah.

Kebaikan metode tanya jawab adalah mempererat hubungan keilmuan antara guru dan murid, melatih anak didik mengeluarkan pendapatnya secara merdeka sehingga pelajaran akan lebih menarik, dan menanggulangi verbalisme (asal bicara), individualisme (egois), dan intelektualisme (sok pandai) dalam metode ceramah.

Kelemahan metode tanya jawab adalah mudah menjurus kepada hal yang tidak dibahas. Hal ini dapat diatasi dengan pengarahan guru. Apabila guru tidak waspada, maka dialog (perdebatan) dapat beralih pada sentimen pribadi atau "debat kusir" (debat yang tidak mengarah atau tidak ilmiah). Hal yang perlu diingat adalah bahwa tidak semua anak mampu mengajukan pertanyaan atau pendapat. Oleh karena itu guru harus mendorong anak yang tidak mampu tersebut agar dapat ikut berbicara.

3. Metode Peragaan

Metode peragaan dapat disebut juga dengan metode pengamalan (praktek) atau metode demonstrasi. Metode peragaan adalah metode yang dilakukan dengan memperagakan dengan alat atau mempraktekkan pelajaran yang diberikan. Metode ini digunakan pada pelajaran yang dimungkinkan dapat dipraktekkan seperti olahraga, shalat, membaca al-Quran, dan sebagainya. Saat menggunakan metode ini diusahakan agar semua siswa dapat melihat praktek yang sedang dilakukan salah seorang siswa, misalnya praktek shalat. Jika memakai alat peraga, maka gunakan alat yang sederhana dan mudah didapat.

Kebaikan metode peragaan adalah alat peraga atau praktek yang dilakukan siswa dapat memperjelas pemahaman siswa, sehingga memudahkan mencapai tujuan. Metode ini juga dapat menuntun daya berpikir anak, selain anak juga akan lebih tertarik pada pelajar¬an. Adapun kelemahannya adalah Jika praktek atau peragaan terlalu sering dilakukan. Praktek yang sering dilakukan dapat menghalangi proses berpikir dan daya abstraksi anak, karena cenderung dijauh-kan dari pelajaran teori.

4. Metode Pemberian Tugas

Metode ini bermaksud memberikan tugas kepada anak didik, baik dikerjakan di rumah maupun di sekolah, dengan mempertang¬gungjawabkan kepada guru. Guru memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada anak berupa soal-soal atau ia memberi tugas-tugas yang harus dikerjakan di kelas. Misalnya, guru memberi tugas anak untuk mencatat waktu shalat Jum'at yang dilakukan serta mencatat isi khutbahnya, guru memberi tugas agar anak selalu mencatat waktu shalatnya atau surat (ayat) dalam al-Quran yang dibaca di rumah. Pemberian tugas harus disesuaikan dengan kemampuan anak, baik kemampuan intelektual (ilmu), waktu, atau biayanya.

5. Metode Keteladanan

Metode keteladanan adalah metode pengajaran yang dilakukan oleh guru dengan cara memberi contoh (model) yang benar, baik dalam hal ucapan, tingkah laku, sikap, ataupun keadaan sehingga para siswa dapat menirunya. Dalam hal ini guru memberi contoh bacaan, gerakan, dan akhlak yang baik, kemudian siswa menirunya. Metode ini tentu saja digunakan dalam materi mata pelajaran yang tidak teoritis (dapat dipraktekkan) seperti wudlu, shalat, baca-tulis al-Quran, dan haji.

Metode ini menuntut guru untuk senantiasa berbicara maupun perilaku yang baik karena ia menjadi teladan (digugu-ditiru) bagi siswanya. Guru juga harus memberi contoh yang benar sehingga siswa tidak melakukan kesalahan. Metode ini sangat cocok untuk anak didik seusia Madrasah Ibtidaiyah atau Sekolah Dasar karena anak-anak tersebut mempunyai tabiat kecenderungan meniru.


Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
Alumni Antropologi UGM & Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga
Alumni Aberystwyth University, UK
Ketua Kibar UK 2009/2010
http://muhstarvision.blogspot.com
Reblog this post [with Zemanta]
•15:55
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-66)
Jum’at, 4 September 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.


THE ART OF SPEAKING/RETORIKA (2 - selesai)

Topik yang Menarik
Para pendengar (audience) dapat tertarik pada ceramah seseorang dengan melihat topik (judul) yang disampaikan, apalagi jika penceramahnya seorang orator. Topik ceramah dapat dikatakan menarik apabila memenuhi hal-hal tersebut di bawah ini.
  1. Topik harus dikehendaki publik. Dalam hal ini publik jelas akan mendukung jika mereka mempunyai kepentingan dengan topik yang disampaikan.
  2. Topik harus bermanfaat. Topik yang disampaikan harus dapat memberi dampak positif terhadap pendengar.
  3. Topik harus aktual. Aktual artinya sesuatu yang sedang hangat dibicarakan masyarakat. Topik ceramah yang aktual akan menarik banyak orang.
Sumber untuk menemukan topik ceramah antara lain; cerita pengalaman pribadi; hobby dan ketrampilan; pengalaman pekerjaan atau profesi; berita hangat di koran atau tajuk rencana serta artikel di koran; berita-berita di radio atau televisi; ilmu pengetahuan di buku-buku, dan sebagainya.

Naskah Pidato
Naskah pidato banyak membantu penceramah dalam mengungkapkan ide-idenya di hadapan massa. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan pidato dengan naskah, antara lain :
  1. Susunlah terlebih dahulu garis besar naskah dan siapkan bahanbahannya.
  2. Tulislah naskah seakan-akan kita berbicara dengan gaya percakapan yang formal dan langsung di hadapan publik.
  3. Bacalah naskah berkali-kali sambil membayangkan pendengar dihadapan anda. Berlatihlah membaca dengan agak keras di depan cermin, anggap sedang melakukan pidato yang sebenarnya.
  4. Hafalkan sekedarnya sehingga kita lebih dapat sering melihat pendengar, jangan sampai hanya terpaku pada naskah.
  5. Tulislah naskah dengan cetakan yang benar, jelas, dan mudah dibaca sehingga memperlancar pembacaan naskah.

Penanaman Ide
Agar gagasan atau ide yang disampaikan melalui ceramah dapat berdampak positif dan mudah diingat oleh pendengar, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
  1. Menguasai banyak cerita, tamsil, atau pepatah (peribahasa).
  2. Gunakan kata-kata yang sederhana dan kuasailah bahasa setempat, sehingga memudahkan komunikasi dengan pendengar.
  3. Hindari istilah teknis yang kabur pengertiannya.
  4. Berhemat dalam menggunakan kata-kata.
  5. Mengetahui psikologi moment dan ilmu jiwa massa.
  6. Hindari kata-kata jorok atau kurang sopan.
  7. Menyatakan sesuatu dengan sikap tegas dan penuh keyakinan agar pendengar tidak bimbang (ragu) dan berniat mengamalkan.
  8. Mengusahakan agar gagasan yang ditawarkan dapat dimengerti.
  9. Memberikan contoh-contoh aktual yang menunjukkan gagasan itu benar dan bermanfaat.
  10. Memberikan pengalaman praktis yang mudah dicontoh.

Kegagalan Penceramah
Hal-hal yang dapat menggagalkan seseorang dalam melakukan pidato adalah sebagai berikut :
  1. Antara judul, pendahuluan, materi yang disampaikan, dan kesimpulan saling bertentangan (kontradiksi).
  2. Volume suara atau nada suara (intonasi) kurang retoris atau kurang seni sehingga membosankan.
  3. Grogi dan tertegun karena kurang persiapan, baik materi maupun mentalnya.
  4. Memarahi publik dengan kata-kata yang melukai hati.
  5. Kelelahan phisik maupun psikhis pembicara.
  6. Waktu yang disediakan terbatas sehingga tergesa-gesa dan dilaksanakan agak larut malam sehingga pendengar mengantuk.
  7. Membaca naskah tersendat-sendat dengan gaya bahasa seronok.
  8. Menyampaikan cerita bohong yang bersifat fitnah dan adu domba.
  9. Tidak mengetahui atau memamahi secara mendalam "siapa yang diajak bicara" (pendengar).
  10. Pendengar (publik) mengetahui bahwa apa yang disampaikan pembicara bertentangan antara ucapan dan perbuatan.
  11. Berbicara terlalu cepat atau terlalu lamban.

Strategi Komunikasi Lisan
  1. Analisa komunikator. Seorang penceramah harus menganalisa dirinya sebagai komunikator. Ia harus meneliti kembali pengetahuan, sikap, dan keyakinan yang akan disampaikan.
  2. Analisa pesan (message). Sesuai dengan latar belakang komunikator dan publik serta situasi komunikasi, pembicaraan harus merumuskan jenis pesan, cara penyusunannya, dan gaya bahasanya.
  3. Analisa cara penyampaian. Pembicara harus menetapkan cara penyampaian pesannya dan harus memperhitungkan panjangnya pembicaraan, alat-alat visual yang digunakan, gerak dan isarat, apakah melalui tatap muka atau melalui media massa.
  4. Analisa hadirin (pendengar). Penceramah yang bijak harus mempunyai daya pikat dalam ceramahnya. Oleh karena itu perlu terlebih dahulu mengumpulkan informasi mengenai sikap, pengetahuan, kepercayaan, dan tindakan publik. Harus menentukan klasifikasi hadirin; bersahabat netral atau bermusuhan.


Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
Alumni Antropologi UGM & Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga
Alumni Aberystwyth University, UK
Ketua Kibar UK 2009/2010
http://muhstarvision.blogspot.com
Reblog this post [with Zemanta]