•00:31
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-39)
Jum’at, 27 Februari 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

WHAT IS "ISLAM"? (bagian 9 - akhir)

ISLAM KEPEMIMPINAN (Leadership Islam)

Shalat jama'ah merupakan simbol atau miniatur kehidupan masyarakat. Imam shalat dianalogikan dengan pemimpin masyarakat, sedangkan makmum dianalogikan dengan anggota masyarakat. Shalat jama'ah mempunyai aturan-aturan tertentu, masyarakat pun mempun­yai aturan. Mekanisme shalat jama'ah menggambarkan mekanisme kehidupan masyarakat. Seorang imam shalat mempunyai kriteria (syarat) tertentu seperti sanggup menunaikan shalat, mengetahui aturan shalat jama'ah, berakal sehat, mampu membaca al-Quran dengan benar, orang yang sholeh (baik, terhindar dari kemaksiatan), disetujui oleh makmum, dan dapat dipilih yang lebih tua. Syarat tersebut dapat direfleksikan pada pemimpin masyarakat. Dengan demikian seorang pemimpin masyarakat sanggup melaksanakan tugasnya, profe­sional dalam tugasnya, berakal sehat, dapat menjadi contoh yang baik dan disepakati oleh warganya.

Makmum dianalogikan dengan anggota masyarakat atau bawahan seorang pemimpin. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh makmum antara lain ia di belakang imam (lebih belakang dari imam), meluruskan dan merapatkan barisan shalat, mempunyai niat ikhlas untuk selalu mengikuti gerak-gerik imam, makmum pria berada di bagian depan, anak-anak di tengah, dan wanita di bagian belakang. Dari hal-hal tersebut dapat diketahui bahwa anggota masyarakat atau bawahan menempati posisi lebih bawah dari pada pemimpin. Mereka harus melakukan pekerjaan dengan lurus (benar) dan bersatu (gotong royong). Mereka seharusnya bersedia dengan rela mengikuti aturan yang benar dari pimpinannya. Anggota masya­rakat mempunyai posisi (status) masing-masing. Heterogenitas makmum menggambarkan heterogenitas masyarakat.


Gerakan shalat dapat menggambarkan kepemimpinan yang ideal. Kepala yang di dalamnya terdapat otak menjadi koordinator (pemim­pin) aktifitas tubuh manusia. Saat shalat, dalam satu rekaat, kepala harus berada di atas sebanyak dua kali (saat berdiri dan i’tidal), di tengah dua kali (saat ruku' dan duduk), dan di bawah juga dua kali (saat dua sujud). Hal ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus memperhati­kan seluruh rakyatnya secara adil, baik masyarakat kelas bawah, menengah, maupun atas. Dia seharusnya dapat bermusyawarah dengan rekan (rakyat)-nya di kalangan atas dengan demokratis. Dia seharusnya melihat keadaan dan mendengar suara rakyat kelas menengah. Dia juga seharusnya "turun ke bawah" untuk memperhatikan keawaman dan kemiskinan rakyat bawah, untuk mendengarkan rintihan dan usulan wong cilik, dan untuk memikirkan pemecahan problematika mereka.


Gerakan shalat jama'ah merupakan gerakan kolektif, yaitu gerakan yang dilakukan secara bersama-sama setelah imam memberi contoh. Kebersamaan ini merupakan simbol persatuan dan kesatuan manusia yang seharusnya digalang dengan gotong royong dan saling membantu. Gerakan tersebut juga mengindikasikan keteladanan para pemimpin, yaitu ketika imam bergerak terlebih dahulu dari pada makmum. Dengan demikian seorang pemimpin harus ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani (memberi contoh waktu di depan, memberi semangat waktu di tengah, dan memberi doa restu waktu di belakang).


Jika imam melakukan suatu kesalahan bacaan maupun gerakan, maka makmum harus mengingatkannya. Makmum mengingatkan bacaannya bila kesalahan pada bacaan dan jika kesalahannya pada gerakan maka makmum pria mengingatkan dengan mengucap subhaanallaah (Maha Suci Allah) dan makmum wanita mengingatkan dengan tepuk tangan sekali. Hal tersebut merupakan simbol kontrol sosial (kritik sosial) dari rakyat (wakil rakyat) terhadap pemimpinnya. Kontrol (kritik) itu dilakukan dengan "suara" atau gerakan yang tidak menusuk perasaan. Dalam hal ini pemimpin (imam) harus peka dan jujur.


Apabila imam melakukan sesuatu yang membatalkan shalat (misalnya kentut), maka ia harus menyingkir untuk berwudlu, kemudian makmum yang berdiri di belakangnya maju selangkah untuk menggantikan dan melanjutkan kepemimpinannya dalam shalat. Hal ini menjadi simbol suksesi atau regenerasi kepemimpinan. Imam batal shalatnya berarti dia tidak mampu (tidak sah), memang tidak boleh, melanjutkan kepemimpinan shalatnya. Jika seorang pemimpin tidak mampu (tidak pantas) memimpin, maka seharusnya ia turun jabatan dengan sadar, jujur, dan ikhlas. Penggantinya adalah orang yang paling dekat dengannya, yaitu dekat tempat, jabatan, maupun kemampuannya (simbol makmum pengganti yang di belakang imam). Makmum pengganti imam melanjutkan shalatnya; pemimpin harus melanjutkan kepemimpinan yang lama, bukan mengulangi atau merom­baknya.


Berkaitan dengan pergantian kepemimpinan, al-Quran menegaskan pada ayat 26 Q.S. al-Imran, yang artinya, "Katakanlah, 'Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehen­daki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu'". Ayat tersebut mengisaratkan bahwa pergantian kepemimpinan tidak lepas dari taqdir Allah, dari apa yang dikehendaki oleh Allah. Manusia hanya sekedar berusaha dan berdoa.


Al-Mawardi
(975 – 1059 M), lengkapnya Abu Hasan Ali bin Habib al-Mawardi al-Bashri, seorang pemikir Islam, mengemukakan syarat-syarat seorang pemimpin (dalam hal ini kepala negara), yaitu (Sudarnoto 1995:153 – 166) :

  1. Mempunyai integritas moral yang tinggi (adil)
  2. Berilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang agama
  3. Tidak cacat pisik
  4. Mempunyai wawasan politik dalam rangka mengatur rakyat
  5. Ahli dalam taktik dan strategi perang
Penerapan "teori" kepemimpinan yang tersirat dalam shalat hendaknya diwujudkan secara kongkrit. Pengamalan ajaran shalat seseorang dalam kehidupan nyata menjadi indikasi bahwa seseorang itu menegakkan shalat. Seorang pemimpin masyarakat harus sanggup melaksanakan tugas­nya, profesional dalam tugasnya, berakal sehat, dapat menjadi contoh yang baik dan disepakati oleh warganya. Seorang pemimpin harus ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani (memberi contoh waktu di depan, memberi semangat waktu di tengah, dan memberi doa restu waktu di belakang).


Rasulullah saw menyatakan bahwa salah satu golongan yang akan dilindungi oleh Allah di akhirat adalah Imaamun ‘aadilun (
Pemimpin yang adil) (HR Bukhari dan Muslim). Beliau juga bersabda, yang artinya, “Orang yang paling keras siksanya di hari kiamat adalah pemimpin yang lalim” (asyaddun-naasi yaumal-qiyaamati ‘adzaaban imaamun jaairun – HR Abu Ya’la, Thabrani, dan Abu Nu’aim). Rasulullah saw bersabda, yang artinya, “Cepat-cepatlah beramal (mendahului datangnya) enam hal : yaitu kepemimpinan orang-orang bodoh, banyaknya kaki tangan penguasa, penjualan hukum, menganggap ringan (pertumpahan) darah, terputusnya sanak saudara, dan orang-orang yang menjadikan al-Quran hanya sebagai terompet, mereka kemukakan salah seorang dari mereka untuk berlagu bagi mereka sekalipun ia yang paling sedikit dari pengertiannya” (HR Thabrani).

Fiedler, dalam bukunya berjudul A Theory of Leadership Effectiveness, sebagaimana dikutip oleh Torrington (1991:124), menyebutkan tiga faktor efektivitas kepemimpinan, yaitu hubungan atasan-bawahan (leader-member relation), struktur tugas (task structure), dan kekuatan posisi (position power). Jika hubungan tersebut bagus, struktur tugasnya jelas, dan posisinya kuat, maka kepemimpinan suatu lembaga, termasuk universitas - sejak ketua jurusan sampai rektor, akan sangat efektif.


Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
http://muhstarvision.blogspot.com
•11:06
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-38)
Jum’at, 20 Februari 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

WHAT IS "ISLAM"? (bagian 8)

ISLAM POLITIK (Politic Islam)

Kata "politik" berasal dari bahasa Yunani politicos atau Latin politicus yang berarti "berhubungan dengan warga" (relating to citizen). Kedua kata tersebut berakar pada kata polis yang bermakna "kota". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "politik" diartikan sebagai "segala urusan atau tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain"; "kebijakan, cara bertindak (dalam menghadapi atau menanga­ni suatu masalah)".

Ayat keempat surat al-Fatikhah mengandung pelajaran politik. Di surat al-Fatikhah Allah disebut dengan maliki yaumid-diin (Penguasa hari pembalasan) dan di surat an-Naas Dia disebut dengan malikin-naas (Penguasa manusia). Dalam dzikir sesudah shalat, Allah juga sering disebut dengan al-Malikul Haqqul-Mubiin (Raja yang benar-benar nyata). Hal ini berarti bahwa Allah adalah Penguasa segalanya, sumber kekuasaan, dan pemilik segala kekuasaan. Kekuasaan atau jabatan manusia hakekatnya hanya milik Allah semata, bukan milik manusia.


Allah berfirman, yang artinya, “Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS al-Imran 3:26).


Al-Mawardi (975 – 1059 M), lengkapnya Abu Hasan Ali bin Habib al-Mawardi al-Bashri, adalah seorang pemikir Islam yang pernah menjadi pejabat tinggi pada masa pemerintahan Abasiyah. Dia menulis buku politik berjudul al-Ahkaam al-Sulthaniah (peraturan pemerintahan) dan Qawanin al-Wuzarah, Siyasah al-Malik (ketentuan kewaziran / kementrian, politik raja). Menurut Dia manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan sendirian tetapi dia harus bergaul dan berhubungan dengan orang lain. Dia menyatakan bahwa lahirnya suatu negara merupakan hajat ummat manusia untuk mencukupi kebutuhan mereka bersama sehingga harus saling membantu dan saling terikat. Menurut al-Mawardi, hidup bernegara harus memenuhi enam sendi utama, yaitu, agama yang dihayati dan diamalkan, penguasa yang berwibawa, keadilan yang menyeluruh, keamanan yang merata, kesuburan tanah yang berkesinambungan, dan harapan kelangsungan hidup.


Sendi pertama dalam hidup bernegara adalah warganya harus benar-benar menghayati, memahami, dan mengamalkan ajaran agama. Agama diperlukan untuk mengendalikan hawa nafsu, menyebarkan ketenangan, kedamaian serta kasih sayang, dan untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan yang ada. Agamalah yang mengajarkan manusia tentang kebaikan, kebenaran, kedamaian, keadilan, dan kasih sayang. Sendi ini merupakan sendi yang terkuat untuk mewujudkan kebaikan suatu negara.


Sendi kedua ialah penguasa yang berwibawa. Penguasa yang berwibawa adalah penguasa yang bersih, lahir-batin, spiritual-material. Dia dikenal umum sebagai orang yang baik, bersih dari segala bentuk kemaksiatan dan penyelewengan jabatan. Kewibawaan dapat menjaga nama baik, melindungi kehormatan serta kekayaan negara, mempersatukan aspirasi yang berbeda-beda, dan memunculkan keberanian karena benar.


Sendi ketiga adalah keadilan yang menyeluruh, yaitu keadilan yang dapat dirasakan oleh seluruh warga bangsa. Keadilan mencakup seluruh aspek kehidupan seperti keadilan ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Sikap adil harus dimulai dari diri sendiri baru kemudian ke orang lain. Keadilan pada diri sendiri tercermin pada sikap senang mengerjakan semua perbuatan yang baik dan enggan melakukan perbuatan yang keji, dan dalam segala hal tidak melampaui batas. Keadilan kepada orang lain meliputi keadilan terhadap bawahan, atasan, dan setingkat.


Sendi keempat yaitu keamanan yang merata. Keamanan harus merata di seluruh daerah penjuru negeri. Keadilan yang menyeluruh melahirkan keamanan yang merata sehingga rakyat dapat hidup tenang (damai), tidak ada ketakutan, dan berkembang inisiatif serta kreasinya. Negara harus dihindarkan dari kekacauan, keresahan, perang, dan konflik berkepanjangan.


Sendi kelima ialah kesuburan tanah yang berkesinambungan. Hal ini juga berarti kekayaan alam yang terjaga dengan baik dan digunakan untuk kelangsungan hidup semua warga bangsa secara adil. Kekayaan alam tidak digadaikan atau dijual ke negara lain. Dengan demikian, ketersediaan pangan benar-benar terjamin, tidak selalu harus mengimpor pangan sehingga merugikan petani.


Sendi keenam adalah harapan kelangsungan hidup. Hal ini meliputi kelangsungan hidup bangsa secara umum dan kelangsungan hidup rakyat khususnya. Pembinaan generasi muda menjadi sangat penting untuk kelangsungan hidup bangsa. Ketahanan ekonomi yang kuat mendukung kelangsungan hidup rakyat. Sistem pendidikan yang tertata baik menjadi kelangsungan hidup bangsa dan warganya.


Pada tanggal 15-17 Oktober 2008 di Jepang, Japan International Institute of International Affairs (JIIA) mengadakan simposium tentang Islam in Asia, Revisiting the Socio-Political Dimension of Islam. Acara ini khusus untuk menyoroti fenomena bergeliatnya politik umat Islam di Asia, pasca peristiwa dramatis 11 september 2001. DR. Hamid Fahmy Zarkasyi, Direktur Eksekutif Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), putra pimpinan Pondok Modern Gontor, menghadiri simposium tersebut sebagai wakil dari Indonesia.


Berkaitan dengan Islam politik, khususnya tentang gerakan politik umat Islam, beliau memberi beberapa catatan sebagai berikut:

  1. Masalah yang mendasar sebelum mengkaji gerakan politik Islam adalah meninjau hubungan konseptual demokrasi, sekularisme dan Islam. Bagi Dr. Syed Ali Tawfik al-Attas, istilah demokrasi dan juga sekularisme yang kini mulai dipertanyakan sebagai standar kehidupan politik modern, sebenarnya membingungkan ketika harus didefinisikan. Sebab definisi pun tergantung kepada cara pandang masing-masing ilmuwan. Namun, kajian serius tentang kedua prinsip itu ujung-ujungnya adalah kebebasan dan keadilan, kesimpulan yang sama ketika orang mengkaji politik Islam, meskipun dalam pengertian yang berbeda. Namun ini tidak berarti bahwa sistem demokrasi Barat sepenuhnya sesuai dengan Islam, ungkapnya.
  2. Dr. Azzam Tamimi, Direktur London Based Institute of Islamic Political Thought (IIPT), London, dan Dr.Sohail Mahmud, Dekan Fakultas Politik dan Hubungan Internasional di International Islamic University Islamabad Pakistan sependapat bahwa prinsip-prinsip demokrasi telah terdapat dalam politik Islam. Bahkan menurut Tamimi Barat telah memodifikasi sistim shura dalam Islam menjadi demokrasi. Hanya saja jika Syed Ali Tawfik mempersoalkan teori demokrasi Barat, Sohail memandang bahwa praktek teori demokrasi ini dalam sejarahnya selalu saja bermasalah, sehingga tidak heran jika diantara umat Islam ada yang menerima dan ada yang menolak.
  3. Bagi Syed Ali, sekularisme adalah produk worldview Barat yang tidak cocok dengan Islam sama sekali. Sebab worldview Barat dan Islam kenyataannya memang sangat berbeda. Menurut Sohail sekularisme di Barat digunakan untuk memisahkan negara dari otoritas agama, tujuannya agar kedamaian dapat dipertahankan dalam masyarakat yang plural. Dengan menganut sekularisme juga kewargaan Negara tidak ditentukan oleh agama dan kepercayaan, tapi tergantung kepada hak dan kewajiban masing-masing warganegara. Namun, kenyataannya di negara-negara Islam sekularisme dipahami sebagai anti-agama dan anti-Islam. Mensitir Fazlurrahman, bagi Sohail sekularisme adalah “kutukan modernitas” yang menghancurkan universalitas dan kesucian semua nilai moralitas. Jadi sekularisme adalah bersifat atheistik.
  4. Tamimi juga melihat sekularisme sebagai pembebasan politik dari otoritas agama. Kolonialis berperan sangat besar dalam menyebarkan sekularisme ini. Sebab dengan konsep ini mereka dapat memarginalkan Islam atau menyingkirkan Islam dari proses restrukturisasi masyarakat pada masa kolonial dan paska kemerdekaan. Muslim yang terpengaruh oleh ide ini jelas berpandangan bahwa agar maju, Muslim harus mengikuti Kristen. Muslim harus membatasi dirinya pada masalah-masalah spiritiualitas dan kehidupan pribadi saja. Mereka juga beralasan jika Islam dikaitkan dengan masalah sosial dan politik ia akan bertentangan dengan sains dan teknologi. Padahal, lanjut Tamimi, kajian mutakhir menunjukkan bahwa sains dan teknologi Barat bagi Muslim hanyalah bagian dari ilmu dan amal yang dapat dipelajari dan digunakan tanpa harus menghilangkan identitas keagamaan mereka.
(to be continued)

Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
http://muhstarvision.blogspot.com
•15:07

Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-37)
Jum’at, 13 Februari 2009


Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.


WHAT IS "ISLAM" ? (bagian 7)

ISLAM SENI (Art Islam)


Kesenian sering dikonotasikan dengan keindahan (estetika). Beberapa pengertian tentang keindahan adalah sebagai berikut :

  1. Keindahan adalah sesuatu yang dapat mendatangkan rasa senang, dan itu adalah yang dalam waktu sesingkat-singkatnya paling banyak memberikan pengalaman yang menyenangkan (Hemsterhuis).
  2. Keindahan adalah keseluruhan yang merupakan susunan yang teratur dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain, atau dengan keseluruhan itu sendiri, atau beauty is an order of parts in their manual relations and in their relation to the whole (Baumgarten).
  3. Sesuatu yang indah hanyalah yang baik. Jika belum baik maka ciptaan itu belum indah. Keindahan harus dapat memupuk perasaan moral. Jadi ciptaan-ciptaan yang amoral tidak bisa dikatakan indah, karena tidak dapat digunakan untuk memupuk moral (Sulzer).
  4. Keindahan adalah sesuatu yang mendatangkan rasa menyenangkan bagi yang melihat (Tolstoy);
  5. Sesuatu yang indah dan memiliki proporsi yang harmonis adalah sesuatu yang nyata, sehingga keindahan itu dapat disamakan dengan kebaikan. Jadi sesuatu yang indah adalah nyata, dan sesuatu yang nyata adalah yang baik (Shaftesbury).

Kesenian merupakan ekspresi manusia tentang nilai estetis (keindahan) dalam bentuk suara, gambar, tulisan, benda, dan sebagainya. Kesenian dapat berujud seni kaligrafi, seni lukis, seni musik, seni pahat, seni patung, seni puisi, seni suara, seni tari, dan sebagainya. Kesenian sering disamakan dengan kebudayaan, atau orang sering mengganggap bahwa kebudayaan adalah kesenian, seorang budayawan ialah seorang seniman. Anggapan tersebut kurang benar karena kesenian merupakan salah satu dari unsur kebudayaan.


Estetika mempunyai beberapa unsur, yaitu wujud (rupa), bobot (isi), dan penampilan (penyajian). Wujud mempunyai arti yang lebih luas dari pada rupa. Wujud adalah suatu kenyataan yang nampak secara kongkrit, sehingga dapat ditangkap oleh indera manusia seperti penglihatan dan pendengaran, maupun secara abstrak sehingga hanya bisa dibayangkan oleh manusia. Rupa biasanya digunakan untuk menyebut sesuatu yang berwujud, tetapi yang hanya dapat oleh indera manusia. Wujud mengandung dua unsur yang mendasar, yaitu bentuk (form) dan struktur (structure). Bentuk yang paling sederhana adalah titik, sedangkan yang lebih rumit adalah garis, bidang, dan ruang. Struktur yang baik dapat dilihat dari segi keutuhan (unity), keseimbangan (balance), dan penonjolan (dominance).


Bobot (isi) merupakan makna dari apa yang disajikan oleh penyaji kepada para pengamat. Bobot karya seni dapat dilihat langsung oleh panca indra manusia, tetapi dapat juga dirasakan (dihayati) sebagai makna dari wujud kesenian. Bobot kesenian mempunyai tiga aspek, yaitu gagasan (idea), pesan (message), dan suasana (mood). Gagasan adalah hasil pemikiran (konsep), pendapat, atau pandangan tentang sesuatu. Gagasan selalu ada dalam kesenian dan perlu disampaikan kepada penikmatnya. Bobot suatu karya seni dapat dilihat dari segi idenya. Selain itu, bobot seni juga dapat dilihat dari pesan dalam karya seni, yaitu anjuran, himbauan, atau propaganda yang disampaikan kepada penikmat seni. Suasana yang diciptakan dalam karya seni dapat menunjukkan bobotnya. Suasana akan memperkuat kesan yang dibawakan oleh pelaku seni dalam film, drama, tarian, dan sebagainya.


Penampilan (penyajian) yang dimaksud adalah bagaimana kesenian disajikan, disuguhkan kepada orang yang menikmatinya. Tiga unsur yang berperan dalam penampilan kesenian adalah bakat (talent), ketrampilan (skill), dan sarana (medium). Bakat merupakan potensi kemampuan khas yang didapat berkat keturunannya. Bakat seseorang bisa mengenai satu cabang kesenian saja atau segala macam kesenian. Namun demikian, bakat tidak menjadi faktor penentu 100% dari penampilan kesenian. Ketrampilan kesenian merupakan kemahiran kesenian yang diperoleh dari latihan-latihan. Taraf kemahiran tergantung dari cara melatih dan ketekunannya melatih diri. Saat ini latihan kesenian banyak didukung dengan berbagai sarana atau media. Sarana yang dimaksud adalah peralatan kesenian, pakaian, dan suasana (cahaya, warna, ketenangan).


Kesenian memberi dampak positif bagi kehidupan manusia. Kesenian sebagai ekspresi nilai estetis manusia, yang merupakan fitrah manusia, mengembangkan dan membina perasaan manusia. Maksudnya, perasaan manusia akan semakin halus, peka, dan tanggap dengan kesenian. Misalnya, seni puisi atau prosa melatih manusia untuk mengekspresikan rasa suka, sedih, takut, cemas, atau rasa bangga. Latihan tersebut dapat lebih menghidupkan perasaan manusia. Seni lukis merupakan ekspresi imajinasi dan ide (wawasan) dari seorang pelukis. Dengan demikian keuntungan lain dari kesenian adalah upaya pengembangan imajinasi dan wawasan. Selain itu, kesenian juga melatih ketrampilan tangan, kaki, dan bahkan seluruh tubuh manusia.


Walaupun demikian, kesenian dapat juga memberi dampak negatif. Dampak negatif kesenian muncul terutama pada praktek kesenian. Hal-hal yang negatif tersebut, antara lain, adalah pelanggaran aturan (norma) agama ataupun masyarakat, dekadensi moral, dan penggusuran budaya lokal.


Praktek kesenian dapat melanggar aturan (norma) agama maupun masyarakat jika kesenian tersebut tidak dimasuki dengan nilai-nilai agama. Praktek kesenian yang melanggar aturan tersebut, antara lain, adalah tarian telanjang (tarian yang membuka aurat), melukis Tuhan atau Nabi, menyanyikan lagu-lagu porno, perjudian lewat kesenian, dan sebagainya. Dekadensi moral muncul akibat dari pelanggaran aturan agama tersebut; Misalnya, tarian telanjang, melukis orang telanjang, dan foto setengah bugil di majalah dianggap masyarakat Indonesia sebagai hal yang tidak sopan. Kesenian kadang disertai dengan mabuk-mabukan dan perjudian.


Agama Islam tidak melarang manusia untuk berkesenian asalkan tidak melanggar aturan-aturan agama. Hal ini karena Tuhan yang Maha Indah adalah pencipta keindahan dan Tuhan mencintai keindahan. Ekspresi nilai estetis merupakan fitrah (bawaan dasar) manusia, artinya setiap orang menginginkan keindahan, seperti seorang wanita yang suka bersolek dan seorang laki-laki yang menginginkan pakaian rapi.


Islam memberi nilai-nilai agama agar dalam kesenian tidak melanggar aturan agama, sesuai dengan fitrah manusia, dan memberi manfaat kepada manusia. Kesenian tidak dibenarkan jika melanggar ajaran agama, misalnya berkesenian lalu melupakan shalat, berkesenian dengan pakaian yang memamerkan aurat, dan berkesenian dengan melupakan, melalaikan, bahkan melecehkan Tuhan yang Maha Kuasa. Seni lukis yang menggambarkan Allah swt. atau Nabi Muhammad saw. sangat dilarang agama. Seni tari yang memamerkan tubuh (aurat), apalagi tari telanjang, sangat dilarang agama.


Dalam pandangan Islam, seluruh amal Sholeh atau akhlaqul-karimah adalah suatu keindahan (estetis). Rasulullah saw bersabda, yang artinya, "Budi pekerti yang baik ada sepuluh macam. Ia berada dalam jiwa seseorang tetapi belum tentu berada dalam jiwa anaknya, dan ia berada di dalam jiwa seorang anak tetapi belum tentu berada dalam jiwa seorang bapak, dan ia berada di dalam jiwa seorang budak tetapi belum tentu ada di dalam jiwa majikannya. Ia diperuntukkan oleh Allah buat orang yang dikehendaki menjadi orang yang berbahagia, yaitu: 1) benar perkataannya, 2) tetap teguh dalam peperangan, 3) suka member peminta-minta, 4) penggaji buruh (karyawan), 5) memelihara amanah, 6) suka menyambung hubungan family, 7) menjaga kehormatan pribadinya kepada tetangga, 8) menjaga kesopanan kepada teman-teman, 9) menyambut tamu dengan baik, dan 10) pangkal sifat-sifat itu adalah sifat malu" (HR Hakim).

( to be continued )


Wallaahu a'lam bish-shawwab,

Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta'lamuun

Penulis :

Muhammad Muhtar Arifin Sholeh

Dosen di UNISSULA Semarang

Ph.D Student di Department of Information Studies,

University of Sheffield UK

http://muhstarvision.blogspot.com

http://dearestfriday.blogspot.com

•03:57
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-36)
Jum’at, 6 Februari 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

WHAT IS "ISLAM"? (bagian 6)

ISLAM PENDIDIKAN

Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya (Ki Hajar Dewantara). Pendidikan adalah suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien (Azyumardi Azra). Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Pasal 1).

Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya (M. Yusuf al-Qardhawi). Pendidikan Islam adalah proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat (Hasan Langgulung). Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam (Ahmad D. Marimba).

Abdurrahman an-Nahlawi (1995:21) menyatakan bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang benar-benar memiliki tujuan, sasaran, dan target. Pendidikan menuntut terwujudnya program berjenjang melalui peningkatan kegiatan pendidikan dan pengajaran selaras dengan urutan sistematika menanjak yang membawa anak dari suatu perkembangan ke perkembangan lainnya. Dia juga menyatakan bahwa pendidik yang sejati dan mutlak adalah Allah swt. Dialah Pencipta fitrah, Pemberi bakat, Pembuat berbagai sunnah perkembangan. Peran seorang pendidik harus sesuai dengan tujuan Allah swt. menciptakannya (manusia), artinya dia harus mampu mengikuti syariat agama Allah.

Prinsip-prinsip Islam Pendidikan:
  1. Pembebasan manusia dari kesesatan/neraka (QS at-Tahrim 6; al-Baqarah 39,82; al-A’raaf 178,179)
  2. Pembinaan manusia agar menjadi hamba Allah yang memiliki keseimbangan dunia dan akhirat, sebagai cerminan iman dan taqwa (QS al-Qashash 77)
  3. Amar ma’ruf nahi munkar, membebaskan manusia dari kehinaan dan kenistaan (QS Ali Imran 104,110; al-Maaidah 78,79; an-Nahl 90)
  4. Pengembangan daya pikir, daya nalar, dan daya rasa sehingga berfungsi dan kreatif (QS an-Nahl 78; Ali Imran 190,191; al-A’raaf 179) 5. Pembentukan pribadi manusia yang beriman dan berilmu, serta berkembang untuk beribadah kepada Allah (QS an-Nahl 97; al-Mujaadilah 11; Thaahaa 75,76)

Cakupan pembahasan tentang Islam Pendidikan sangatlah luas, yang berhubungan dengan 5W-1H yaitu kata tanya Why, What, Who, Where, When, dan How. Kata tanya Why menunjukkan pertanyaan "mengapa manusia harus dididik?" Alasan manusia harus dididik adalah berbagai macam seperti "karena manusia lahir dalam keadaan powerless dan tidak tahu apa-apa serta tidak membawa apa-apa" (QS an-Nahl 78), "karena manusia lahir telah membawa fitrah tauhid" (al-A’raaf 172), "karena manusia (anak) adalah amanah dari Allah" (QS an-Nisaa’ 58, at-Tahrim 6), "karena kekawatiran masa depan anak-anak" (QS an-Nisaa’ 9), dan "karena ilmu merupakan bekal hidup di dunia dan akhirat" (al-Hadits).

Kata tanya What menunjukkan pertanyaan-pertanyaan "apa pengertian pendidikan?", "apa tujuan pendidikan?", dan "apa saja materi pendidikan itu?" Pengertian pendidikan telah disinggung di atas. Menurut Islam, pendidikan itu bertujuan; agar manusia menjadi abdullah (hamba Allah) dan khalifatullah (wakil Allah), agar manusia mempunyai akhlaq mulia, agar manusia mampu memberi rahmat kepada alam (rahmatan-lil’aalamii), dan agar manusia berda’wah (mengajak ke jalan Allah). Sedangkan materi pendidikan menurut Islam adalah materi yang membina semua aspek-aspek kemanusiaan seperti jiwa, raga, hati, dan otak, yaitu pendidikan jasmani, pendidikan rohani, dan pendidikan otak (akal).

Manusia sebagai hamba Allah berarti ia menjalankan fungsinya sebagai abdullah, yang senantiasa beribadah kepada Allah swt. Ibadah ialah segala aktifitas yang dilakukan dengan niat karena Allah, dengan mengikuti aturan Allah, dan dengan mencontoh Nabi Muhammad saw. sebagai utusan Allah, dan yang dipenuhi dengan rasa cinta dan takut kepada Allah swt. Jadi, manusia sebagai hamba Allah harus mengabdikan dirinya hanya kepada Allah swt., tidak sedikitpun menyekutukan-Nya dengan yang lain.

Manusia sebagai wakil Allah di bumi berarti manusia melakukan fungsinya sebagai khalifah, yaitu khalifatullah fil-ardhi. Fungsi ini menuntut manusia untuk mengatur kehidupan dalam berbagai bidang di bumi dengan sebaik-baiknya, yaitu dengan mengikuti peraturan-peraturan yang telah digariskan oleh Sang Pemberi mandat (kepercayaan) yaitu Allah swt. Jika aturan Allah ditaati, maka kehidupan dunia akan harmonis, sebagaimana keharmonisan kehidupan alam semesta yang telah mentaati aturan Allah (sunnatullah).

Kata tanya Who menunjukkan pertanyaan "siapa yang mendidik manusia"? atau "siapa yang bertanggung jawab tentang pendidikan"? Pendidik yang sesungguhnya adalah Allah. Allah itu Rabbun (Tuhan yang mendidik, menumbuhkan, dan mengatur). Allah itu Rabbun-naas (Tuhan yang mendidik dan menumbuhkan manusia). ‘Allamal-insaana maalam ya’lam (Dia mengajari manusia apa-apa yang tidak diketahui). Dia itu Murabbi (Tuhan yang Maha Mendidik). Status ‘Pendidik’ yang memang milik Allah itu kemudian dipinjamkan (dititipkan) kepada orang tua, guru, dan tokoh masyarakat (pejabat, wakil rakyat). Orang tua, guru, dan tokoh masyarakat adalah para pendidik manusia karena memang Allah memberi amanat kepada mereka. Orang tua mendidik anak-anaknya, guru mendidik murid-muridnya, dan tokoh masyarakat (pejabat, wakil rakyat) mendidik anggota masyarakatnya.

Kata tanya Where menunjukkan pertanyaan "di mana pendidikan itu berlangsung"? Pendidikan berlangsung di dunia ketika manusia masih hidup di dalamnya. Secara khusus ada tiga tempat pendidikan, sehingga disebut Tri Pusat Pendidikan, yaitu rumah, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan di rumah dikomendani oleh orang tua (terutama Ibu) sedangkan anak sebagai ‘muridnya’. Pendidikan di sekolah diatur oleh para guru. Pendidikan di masyarakat diberlangsungkan oleh tokoh masyarakat (pejabat, wakil rakyat). Tiga pusat pendidikan tersebut seharusnya seperti tiga sudut dalam segi tiga sama sisi, artinya mereka seharusnya tidak dapat dipisahkan, harus bersatu kompak, dan maju bersama untuk mendidik manusia. Jika mereka tidak kompak dan selalu bertentangan satu sama lain maka segi tiga itu pasti rusak.

Kata tanya When menunjukkan pertanyaan "kapan pendidikan berlangsung"? Nabi Muhammad saw menyatakan uthlubul-ilma minal-mahdi ilal-lahdi (mencari ilmu itu dari buaian/bayi sampai liang lahat/mati). Dengan demikian, waktu manusia dididik adalah seumur hidup, selama hidup manusia harus mencari ilmu, baik formal maupun non formal, dengan istilah life long education (pendidikan seumur hidup).

Kata tanya How menunjukkan pertanyaan "bagaimana cara mendidik manusia"? Kata tersebut secara ilmiah berhubungan dengan istilah "metodologi" (kajian ilmu tetang cara/metode). Metodologi mencakup pendekatan, model, strategi, metode, dan teknis. Pendekatan dalam pendidikan meliputi pendekatan rasional, emosional, fungsional, struktural, habitual (kebiasaan), etika (norma), dan pendekatan komunikatif. Model dalam pendidikan meliputi pembentukan & pengembangan konsep, pengembangan kepribadian, pengembangan rasa sosial, dan pembentukan sistem perilaku. Strategi dalam pendidikan meliputi strategi pendidikan kelompok (klasikal), individual, dan mandiri (otodidak). Metode dalam pendidikan meliputi metode ceramah, tanya jawab, praktik, diskusi, kunjungan, keteladanan, tutorial (kelas kecil), permainan peran, dan metode studi kasus. Teknis meliputi banyak hal, misalnya, teknis berbicara dalam ceramah, teknis membaca, menulis, mencatat kuliah, teknis mempimpin diskusi, teknis menyampaikan pertanyaan, dan sebagainya.

Berkatan dengan metode pendidikan, Islam mengajarkan semua metode tetapi lebih menekankan pada metode tanya jawab (dialog), praktik, dan keteladanan. Di al-Quran ditegaskan, fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun (bertanyalah kepada ahlinya jika kamu tidak mengetahui), kabura maktan ‘indallaahi antaquulu maa laa taf’aluun (Allah akan murka besar kepada orang yang berkata tetapi tidak mengamalkannya), dan laqad kaana lakum fii rasuulillaahi uswatun hasanah (sungguh ada dalam diri Rasul itu teladan yang baik). Sedangkan teknis lebih ditekankan pada teknis bicara (yang baik/benar), membaca, menulis, dan mendengarkan.
(to be continued)

Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
http://muhstarvision.blogspot.com