•23:42
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-55)
Jum’at, 12 Juni 2009
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Jum’at, 12 Juni 2009
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.
BERFILSAFAT ISLAMI
Dari segi etimologi, kata "filsafat" berasal dari kata filo yang berarti "cinta" dan sofia yang berarti "kebijaksanaan". Cinta dalam arti seluas-luasnya, yaitu ingin dan karena ingin itu lalu berusaha mencapai yang diingini itu. Kebijaksanaan yang dimaksud adalah pandai, mengerti dengan mendalam. Jadi, filsafat dapat berarti "ingin mengerti dengan mendalam", "cinta kebijaksanaan", atau "ingin kebijaksanaan". Sedangkan dari segi terminologi, filsafat ialah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan atas akal pikiran belaka (Poedjawijatna, 1990:2,10).
Pembahasan filsafat mencakup semua hal karena obyek materianya adalah segala yang ada dan yang mungkin ada, sama dengan obyek materia ilmu. Oleh karena itu, pembahasannya mencakup filsafat ada-umum (ontologi), filsafat tuhan (theodicea/teologi), filsafat alam (kosmologi), filsafat manusia (antropologi), filsafat tingkah laku (etika), filsafat budi (logika), filsafat ilmu (epistemologi), dan sebagainya. Alat utama dalam pembahasan filsafat adalah akal manusia, sehingga filsafat merupakan salah satu dari tiga wujud kebudayaan (ide, tindakan, dan hasil karya benda kongkrit).
Islam sebagai diinul'aql sangat melibatkan akal sehat manusia dalam memikirkan sesuatu. Al-Quran mengakui bahwa kebenaran bisa didapatkan melalui rasio (QS. 3:190-191 ; 17:36), penelitian (QS. 17:36 ; 88:17-20), dan sejarah (QS. 12:111 ; 17:36). Afalaa ta'qiluun, afalaa tatadzakkaruun, afalaa tatafakkaruun, afalaa yandhuruu adalah isarat al-Quran bagi manusia agar berpikir, berobservasi, dan mengadakan penelitian. Dalam artikelnya yang berjudul Towards an Islamic Anthropology, Abdo A. Elkholy mengatakan, "Islam as an integrated social system does not acknowledge any dogma but relies on observations of development any change and encourages the formulation of generalized principles and theories in the natural as well as the social sciences" (Islam sebagai sistem sosial yang integral tidak menerima adanya dogma tetapi mempercayakan pada observasi terhadap perkembangan dan perubahan, dan Islam berani memformulasikan prinsip-prinsip atau teori-teori umum baik dalam ilmu alam maupun ilmu sosial).
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu ..." (Q.S. al-Hujuraat 49:13), demikianlah firman Allah dalam al-Quran yang mengisaratkan adanya kebudayaan dan beberapa ilmu seperti Antropologi, Sosiologi, dan Embriologi.
Ayat tersebut di atas menjelaskan adanya berbagai suku bangsa yang tentunya membawa kultur masing-masing. Setiap suku bangsa mempunyai sistem budaya, sistem sosial, maupun hasil karya dengan corak masing-masing. Pluralitas budaya itu diciptakan agar saling berhubungan, sehingga lahirlah akulturasi (kontak budaya) dan diffusi (penyebaran budaya). Dengan demikian, ayat di atas mengisaratkan adanya fenomena budaya seperti akulturasi dan diffusi.
Untuk menanggapi ayat tersebut, dalam artikelnya tersebut di atas, Abdo. A. Elkholy mengatakan, "Here we find three scientific social principles; (1) the principle of equality based on the equal human origin, (2) the inevitable observable variations of societies and social organization for the sake of complementing one another by acquaintance and cooperation, and (3) the value of man as a moral, social animal whose worth can be measured by the amount of his piety and morality" (di sini kita menemukan tiga prinsip sosial ilmiah; 1. prinsip persamaan didasarkan pada originalitas manusia yang sama, 2. berbagai masyarakat dan organisasi sosial yang dapat diamati serta tidak dapat ditolak melengkapi satu dengan yang lain secara akrab dan bekerja sama, dan 3. nilai manusia sebagai mahluk sosial serta bermoral yang mempunyai nilai dapat diukur dengan ketaatan dan moralitas).
Al-Quran mengisaratkan ayat-ayat yang menunjukkan wujud kebudayaan dan unsur kebudayaan. Wujud kebudayaan meliputi tiga hal; 1. sistem ide (ideas) terdapat pada Q.S. 3:190-191 ; 2. sistem tindakan (activities) terdapat pada Q.S. 39:39, 13:11 ; dan 3. hasil karya (artifacts) terdapat pada Q.S. 16:56, 30:41-42. Unsur kebudayaan meliputi tujuh hal; 1. bahasa (Q.S. 30:22, 12:2, 41:44, 42:12) ; 2. sistem teknologi (Q.S. 57:4,25, 21:80, 56:63-65, 16:68-69 ; 3. sistem mata pencaharian hidup atau ekono¬mi (Q.S. 2:164,168,188.266-267,275-283, 4:4-14, 7:10) ; 4. Orga¬nisasi sosial (Q.S. 49:110-13, 5:2,8) ; 5. sistem pengetahuan (Q.S. 65:12, 18:109-110, 31:26-28, 58:11-13, 96:1-5, 36:33-42, 35:9-13, 25:45-54) ; 6. isme-isme manusia (Q.S. 3:119,83,85, 17:56-57, 30:30) ; dan 7. kesenian (Q.S. 55:11-78, 114:1-6).
Al-Quran mengandung banyak ayat yang mengisaratkan berbagai bidang ilmu. Ilmu tersebut antara lain Ilmu Administrasi (Q.S. 2:282-283), Antropologi (Q.S. 30:22 ; 49:13), Arkeologi (Q.S. 10:92), Astronomi (Q.S. 36:39-40 ; 55:33 ; 6:96-97), Kedokteran (Q.S. 13:8 ; 16:78 ; 21:83-84), Sosiologi (Q.S. 49:13), Zoologi (Q.S. 16:66-69), dan sebagainya. Isyarat tersebut dapat melahirkan seorang pakar dalam bidang ilmu tertentu seperti dokter, antropolog, arkeolog, astronom, sosiolog, ekonom, dan sebagainya.
Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
Alumni Antropologi UGM & Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga
Alumni Aberystwyth University, UK
Ketua Kibar UK 2009/2010
http://muhstarvision.blogspot.com
0 comments: