Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-42) Jum’at, 20 Maret 2009 Bismillaahirrahmaanirrahiim Assalaamu’alaikum Wr. Wb. MAKNA-MAKNA SIMBOLIK DALAM PERAYAAN SEKATEN Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw memang telah berlalu pada 12 Rabiul Awwal yang lalu, tetapi memperingati (mengingat-ingat) ajaran Nabi saw harus berlangsung selamanya, setiap saat. Kita mengingat-ngingat ajaran nabi tidak hanya bertepatan dengan perayaan maulid nabi, tetapi selamanya. Pada setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad saw di Yogyakarta dan Surakarta biasa diadakan perayaan sekaten (yang berasal dari kata syahadatain – dua kalimah syahadat). Perayaan untuk menyambut hari kelahiran Nabi saw tersebut berlangsung dalam beberapa hari, yang dipusatkan di halaman masjid Agung yang berupa alun-alun (lapangan besar di depan masjid Agung). Dalam perayaan tersebut dibunyikan gamelan dari keraton dan (dalam perkembangan hingga sekarang) juga diisi dengan panggung hiburan dan pasar tempat jual-beli berbagai barang. Barang-barang biasa yang dijual dalam perayaan itu di antaranya adalah kapur-sirih (kinang - Jawa), alat bajak (luku - Jawa), cangkul (pacul - Jawa), alat untuk mencambuk (pecut - Jawa), alat untuk menyimpan uang (celengan - Jawa), dan telur asin (endog kamal - Jawa). Menurut Sunan Kalijaga barang-barang tersebut mengandung makna filosofis yang Islami, yaitu : A. Kinang atau kapur-sirih, barang ini mengandung lima unsur yang melambangkan lima rukun Islam, yaitu :
B. Luku (alat bajak), menurut Sunan Kalijaga, memiliki tujuh bagian yang mengandung falsafah hidup mulia, untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidup. Bagian tersebut adalah:
C. Pacul (cangkul), filsafatnya adalah bahwa setelah selesai membajak, ternyata di sudut-sudut sawah masih terdapat tanah yang belum terbajak. Hal ini menggambarkan bahwa dalam mengerjakan sesuatu tentu ada kekurangan dan rintangannya. Kekurangan dan rintangan tersebut harus dapat diatasi. Oleh karena itu, petani perlu menggunakan cangkul yang mempunyai tiga bagian, yaitu:
D. Pecut (cambuk), pada waktu petani membajak di sawah tentu membawa cambuk (pecut - Jawa) yang dipergunakan untuk mendorong (mencambuk) hewannya agar berjalan lebih cepat. Selain itu, petani tersebut tentu memakai caping (tutup kepala) untuk menghindari panas terik matahari. Hal ini bermakna simbolik bahwa dalam usaha untuk mencapai cita-cita memerlukan dorongan (motivasi, perlu ‘dicambuk’) sehingga mendapat rizqi yang halal, cukup sandang, pangan, papan, dan cukup kesehatan jasmani-rohani. Hal ini disertai caping yang melambangkan rasa taqwa kepada Allah swt, karena taqwa itu berarti menjaga diri, dalam konteks ini menjagai diri dari sengatan matahari – itulah fungsi caping. E. Celengan (alat untuk menyimpan uang) melambangkan bahwa manusia hidup di dunia harus mempunyai simpanan amal yang baik atau amal jariyah sebagai simpanan kebahagiaan di dunia dan akhirat. F. Endog kamal (telur asin), yang biasanya disertai dengan nasi uduk ulam sari (nasi uduk dengan ikan ayam rebus), melambangkan benih (wiji - Jawa) untuk beramal ibadah yaitu rasa iman dan taqwa. Nasi uduk ulam sari melambangkan harus mengikuti ajaran Rasulullah saw. Hal ini mengandung arti bahwa rasa iman dan taqwa merupakan dasar amal ibadah manusia yang harus sesuai dengan ajaran-ajaran Rasulullah saw. |
Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
Alumni Antropologi UGM & Tarbiyah IAIN
http://muhstarvision.blogspot.com
0 comments: