•02:35
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-74)
Jum’at, 30 Oktober 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.


PERPUSTAKAAN YANG ISLAMI (3) - Perpustakaan Masjid

Ditinjau dari segi historis, perpustakaan masjid telah muncul sejak abad VII atau VIII Masehi. Beberapa perpustakaan masjid telah dirintis pertama kali pada waktu itu di Afrika Utara dan Spanyol. Pada antara tahun 670 M (50 H) dan 680 M (60 H) di Tunisia telah dibangun sebuah masjid bernama Qayrawan (juga nama sebuah kota) oleh seorang pimpinan militer bernama Uqba Ibn Nafi. Masjid Qayrawan menjadi pusat kebudayaan dan pendidikan yang terpenting di Afrika Utara Saat itu. Pada bagian ruangannya, yang digunakan sebagai perpustakaan, terdapat banyak koleksi buku dan musyhaf al-Quran hasil sumbangan dari para ulama (sarjana) atau pimpinan negara seperti Hamza al-Andari, al-Muiz Ibn Badis, dan Ahmad Abi Ayub.


Di kota Tunis juga dibangun masjid Zaytuna pada sekitar tahun 699 M (80 H), yang sekarang dikenal sebagai Universitas Zaytuna, oleh Hassan Ibn al-Numan ; Kemudian diperluas oleh Ubaidillah Ibn al-Habhab pada tahun 734 M (116 H). Masjid ini mempunyai dua perpustakaan : perpustakaan Abdaliya dan Ahmadiya. Perpustakaan Abdaliya pada mulanya terpisah dengan masjid tetapi kemudian digabungkan dengan bangunan masjid. Perpustakaan ini juga dikenal dengan nama Sadiqiya, dibangun oleh raja Hafside yaitu Abu Abdullah Muhammad Ibn al-Husain. Koleksi perpustakaan ini lebih dari 5000 manuskrip, yang sekarang menjadi milik Arsip Nasional Tunisia. Perpustakaan yang terbesar dan mempunyai koleksi terpenting di masjid Zaytuna adalah perpustakaan Ahmadiya. Perpustakaan ini berlangsung 'hidup' sampai pada periode pemerintahan Hafside (1227 - 1574 M). Koleksinya mencapai puluhan ribu ; Yang paling terkenal sebagai penyumbang adalah Abu Faris Abdul Aziz yang pada tahun 1394 M (797 H) menyumbang perpustakaan Ahmadiya sebanyak 36.000 buah buku.


Ketika Islam menduduki Spanyol (711 - 1492 M), banyak dibangun masjid beserta perpustakaannya. Salah satu yang paling terkenal adalah masjid agung Cordoba, yang dibangun pada tahun 786 M (170 H) oleh raja Umayyah yaitu Abdur Rahman. Sewaktu dibuka perpustakaan masjid ini telah mempunyai sejumlah besar koleksi. Namun sayang, koleksi yang banyak dan sangat berharga ini dihancurkan (dibakar) oleh Raja Ferdinand II saat penyerbuan ke kota pada tahun 1236 M (634). Salah satu yang dibakar adalah kopi Musyhaf Ustmani yang ditulis oleh Khalifah ketiga Ustman Ibn Affan (meninggal tahun 656 M / 36 H). Perpustakaan masjid yang lain di Spanyol adalah perpustakaan masjid Byazin di kota Valencia, masjid agung Malaga, masjid agung Seville, dan sebagainya.


Di Damascus juga terdapat banyak perpustakaan masjid ; misalnya, perpustakaan masjid Umayyad, yang dibangun oleh khalifah Bani Umayyah yaitu Walid Ibn Abdul Malik pada tahun 714 M / 96 H. Masjid Umayyad menjadi kebanggan besar masyarakat Damascus. Perpustakaan masjid ini membawahi beberapa perpustakaan di sekolah-sekolah seperti perpustakaan Samisatiya (aktif sampai tahum 1421 M / 824 H), perpustakaan Bait al-Khitaba (masih aktif pada tahun 1609 M / 1018 H), perpustakaan Fadiliya (dibangun oleh Ibn al-Qadi al-Fadil Ahmad al-Baiqani, meninggal tahun 1245 M / 643 H), dan perpustakaan Qubbat al-Mal (yang ditutup pada tahun 1899 M / 1317 H). Perpustakaan lain di Damascus adalah perpustakaan masjid Darb al-Madaniyyin, yang aktif semasa sejarawan besar Ibn Asakir hidup (meninggal tahun 1175 M / 571 H) dan perpustakaan masjid Yalbagha, yang dibangun pada tahun 1443 M / 847 H oleh raja Mamluke yaitu Yalbagha al-Umari.


Masih banyak perpustakaan masjid lainnya seperti di Marocco, Mesir, Iraq, Libya, Algeria, dan sebagainya. Sehubungan dengan sejarah perkembangan perpustakaan masjid, Mohamed Makki Sibai menulis lebih detail dalam bukunya yang berjudul Mosque Libraries : an Historical Study (1987).



Mengembangkan Perpustakaan Masjid

Masjid adalah sebuah kata berbahasa Arab yang berarti tempat sujud ; Tetapi masjid tidak bermakna sesempit itu. Sejak jaman Rasulullah saw., masjid telah memainkan peranan peribadatan, pendidikan, sosial, dan bahkan politik. Dengan kata lain, masjid bukan hanya sebagai tempat shalat tetapi juga tempat belajar, tempat rapat, dan tempat berkumpulnya masyarakat. Perpustakaan masjid merupakan manifestasi dari peranan pendidikan dan sosial masjid.


Kesadaran ummat Islam terhadap pendidikan, buku, ataupun perpustakaan telah dirintis sejak kurang lebih 14 abad yang lalu, ketika Rasulullah saw. menerima kalimah wahyu pertama Iqra (bacalah) dalam al-Quran surat al_'Alaq ayat 1 - 5. Wahyu pertama ini membawa perubahan besar pada kehidupan manusia sampai saat ini. Perubahan dari budaya "ngomong" (oral culture) lalu berkembang menjadi budaya baca-tulis. Oleh karena itu, kehadiran perpustakaan masjid tidak bisa ditunda.


Pada dasarnya membangun dan mengembangkan perpustakaan masjid tidaklah berbeda dengan membangun dan mengembangkan perpustakaan jenis lain. Walaupun demikian, perpustakaan masjid mempunyai spesifikasi tersendiri, yang terlihat pada jenis koleksi, manajemen, pengelola, maupun pemakai. Hal-hal tersebut yang akan dapat membedakan dengan perpustakaan jenis lain. Lokasi perpustakaan, seharusnya bergabung atau satu areal dengan masjid, juga menjadi ciri khas.


Spesifikasi koleksi perpustakaan masjid menjadi ciri khas yang utama. Ciri khas tersebut adalah bahwa koleksi perpustakaan masjid pasti berkenaan dengan agama Islam, misalnya buku-buku tentang al-Quran, al-Hadits, Fiqih, Tauhid, Bahasa Arab Sejarah Islam, Pendidikan Islam, dan sebagainya. Hal ini bukan berarti bahwa perpustakaan masjid menutup kemungkinan adanya koleksi jenis lain. Jauh lebih baik apabila perpustakaan masjid juga menyediakan koleksi reference (seperti kamus, enciklopedi, peta, dsb.), buku-buku tentang "pengetahuan umum" (misalnya tentang Sosiologi, Psikologi, Sejarah, Ekonomi, Pendidikan, dsb.), majalah ataupun surat kabar, dan koleksi bukan cetakan (kaset, mikro film, CD, dsb.). Tentu saja untuk memenuhi koleksi lengkap tersebut memakan waktu dan uang.


Beberapa pertanyaan sehubungan dengan koleksi perpustakaan masjid perlu direnungkan. Misalnya, Apakah isi koleksinya sesuai dengan ajaran Islam? (Tentunya koleksi yang selaras dengan ajaran Islam yang dipilih); Apakah koleksi tersebut benar-benar dibutuhkan oleh para pemakai (khususnya jama'ah masjid)? Apakah materi dalam koleksi itu faktual, akurat, dan up-to-date? Apakah jenis koleksinya memenuhi tingkat umur pemakai, misalnya untuk anak-anak, muda-mudi, dan dewasa? Apakah penampilan koleksi menarik pemakai untuk membacanya? Apakah kondisi keuangan memungkinkan untuk membeli buku-buku koleksi? Apakah memerlukan bantuan pihak lain dalam memenuhi koleksi? dan sebagainya.


Manajemen perpustakaan masjid sering menjadi masalah, baik manajemen koleksi, keluar-masuk buku, maupun pengelolanya. Manajemen koleksi mencakup pengelolaan ilmu dan penempatan koleksi pada perpustakaan masjid. Pengelolaan ilmu dalam perpustakaan masjid dilakukan dengan pembagian (klasifikasi) koleksi dan pemberian kode-kode pada masing-masing koleksi, sehingga memudahkan para pemakai dalam membedakan dan mencarinya.


Dalam hal ini, Ziauddin Sardar (buku: Islam: Outline of a Classification Scheme, 1979) memberi contoh detail klasifikasi ilmu dalam agama Islam. Dia membaginya dalam empat besar: Pre-Main Classes, Main Classes, Post Classes, dan Auxiliary Schedules. Dalam bagian pertama, dia mengklasifikasi agama secara umum (sebelum Islam), yaitu agama (A), agama pra-Judaisme (B), Judaisme (C), dan (D) Kristen. Pada bagian kedua (klas utama), dia membagi dalam 16 bagian seperti Islam (E), al-Quran (F), al-Hadits (G), Muhammad (H), Iman (I), Filsafat (J), dan seterusnya sampai V (Isu aktual). Dalam bagian ketiga dia membagi menjadi tidak : kelompok/aliran minoritas (W), aliran filsafat masa kini (X), dan masalah lain (Y).
Pada bagian terakhir dia menyebutkan waktu (1), geografis (2), bahasa (3), dan bibliography (4). Masing-masing bagian tersebut di atas dibagi-bagi lagi ke yang lebih detail. Masing-masing bagian yang lebih detail itu diberi kode-kode khusus, sesuai dengan klasifikasinya. Jenis klasifikasi lain adalah Universal Islamic Classification, yang ditulis oleh Ghaniul Akram Sabzwari (Pakistan Library Bulletin 13(2), 1982, p.1-20).


Hal-hal lain yang perlu diperhatikan adalah: daftar koleksi harus ada, buku catatan peminjaman (keluar-masuk buku dan peminjam) harus dibuat, demikian juga kartu peminjaman koleksi perpustakaan masjid. Penempatan koleksi harus menunjukkan kerapian, kebersihan, keteraturan, dan klasifikasi yang tepat, sesuai dengan apa yang telah diajarkan dalam agama Islam.


Untuk membangun dan mengembangkan perpustakaan masjid, pengurus (takmir) masjid harus membentuk satu komite yang terdiri dari beberapa orang untuk mengurus perpustakaan. Anggota komite harus memenuhi beberapa persyaratan: misalnya, harus bersedia meluangkan waktunya di jalan Allah (melayani jama'ah masjid), mempunyai pengetahuan dan atau ketrampilan dalam mengelola perpustakaan, bersedia mempromosikan dan mengembangkan perpustakaan masjid, mempunyai motivasi Islam yang kuat, dan tentunya berakhlak mulia.


Pemakai perpustakaan masjid secara khusus adalah para jama'ah masjid. Kaum muslimin yang tinggal di sekitar masjid hendaknya menjadi anggota wajib. Walaupun demikian, perpustakaan masjid seyogyanya membuka kemungkinan bagi non-muslim untuk memakainya. Hal ini untuk menunjukkan bahwa Islam sebagai Rahmatan-lil-aalmiin, Islam sebagai rahmat bagi seluruh isi alam semesta.


Masalah keuangan sering menjadi kendala utama, terlebih di negara-negara yang sedang berkembang (yang mayoritas penduduknya muslim). Sebenarnya uang bukanlah segalanya. Kaum muslimin hendaknya bertolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa. Organisasi-organisasi (yang mengaku Islam), orang-orang kaya (yang mengaku Islam), dan orang-orang pandai (yang mengaku Islam) hendaklah mendukung pembangunan dan pengembangan perpustakaan masjid, hendaklah menyumbangkan tenaga, pikiran, maupun uang untuk jalan kebaikan itu. Selain itu, tentunya pengurus masjid juga berusaha melahirkan aktifitas produktif sebagai sumber keuangan perpustakaan masjid.



Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
Alumni Antropologi UGM & Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga
Alumni Aberystwyth University, UK
Ketua Kibar UK 2009/2010
http://muhstarvision.blogspot.com
Reblog this post [with Zemanta]
|
This entry was posted on 02:35 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: