•02:00
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-70)
Jum’at, 2 Oktober 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.


AJARAN ISLAM TENTANG IPTEKS DAN PEMBANGUNAN

Secara etimologis, kata ‘Islam’ berasal dari kata aslama yang berarti menyerahkan diri (tunduk, patuh) dan dari kata salima yang berarti selamat. Islam adalah sikap tunduk, patuh, menyerahkan diri kepada Allah, Sang Pencipta alam, sehingga selamat di dunia dan akhirat. Pengertian ini berlaku untuk semua mahluk, tidak hanya manusia.

Secara terminologis, agama Islam adalah sistem aturan kehidupan yang sempurna dan meliputi seluruh aspek kehidupan yang bersifat keyakinan, penalaran, akhlak, dan pengamalan, yang sistem itu dibangun di atas ketaatan dan keikhlasan untuk menghambakan diri kepada Allah swt. semata. Islam tidak sebatas pada ajaran ritual tetapi sampai ke hal yang aktual di seluruh aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, kesehatan, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, dan sebagainya.

Sebagai agama yang integratif dan universal, Islam mencakup semua aspek kehidupan dan berlaku bagi seluruh isi alam. Bidang politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, pertahanan-keamanan, teknologi, kesenian, dan bidang-bidang lain diatur dalam agama Islam. Islam memberi petunjuk kepada manusia bagaimana berilmu, berteknologi, dan berkesenian, serta bagaimana membangun suatu negara.

Ipteks (Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Seni/kesenian) tidak lepas dari pandangan agama Islam. Menurut Islam, ilmu (ilmu pengetahuan) berfungsi sebagai jiwa agama, tiang iman dan bekal kehidupan dunia-akhirat. Maksud ilmu sebagai jiwa agama adalah bahwa ilmulah yang menjadikan agama hidup sehat. Orang yang beragama harus berilmu karena seluruh amal perbuatan ibadah kelak dipertanggung-jawabkan kepada Allah swt. Amal apa, mengapa beramal, bagaimana beramal, dan untuk apa beramal adalah hal-hal yang akan ditanyakan oleh Allah swt. kelak. Seseorang tidak akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut kecuali jika dia berilmu.

Maksud ilmu sebagai tiang iman ialah bahwa iman harus ditopang dengan ilmu, artinya seseorang tidak boleh sekedar beriman (percaya) tetapi juga harus mengetahui mengapa percaya, bagaimana percaya, dan untuk apa percaya. Islam tidak memperkenankan seseorang hanya meyakini atau mempercayai saja, hanya ikut-ikutan (taklid), tanpa berilmu tentang apa yang dipercayai.

Dalam suatu hadits, Nabi Muhammad saw. bersabda, “Ilmu adalah ruh (jiwa) agama Islam dan tiang iman; Siapa yang mengajar ilmu Allah akan menyempurnakan pahalanya, siapa yang belajar ilmu kemudian mengamalkan Allah akan mengajarkannya apa-apa yang tidak ia ketahui”.

Dalam hadits lain, beliau juga bersabda, “Barang siapa menghendaki kebahagiaan dunia maka wajib atasnya untuk mengetahui ilmunya, dan barang siapa menghendaki kebahagiaan akhirat maka wajib baginya untuk mengetahui ilmunya, dan barang siap menghendaki kebahagiaan keduanya (dunia-akhirat) maka wajib baginya untuk mengetahui ilmunya.”

Hadits tersebut menjelaskan bahwa ilmu berfungsi sebagai bekal hidup di dunia dan akhirat. Orang yang ingin mencapai kebahagiaan di dunia, seperti memperoleh pekerjaan, memperoleh uang dan harta yang cukup, keberhasilan studi, keberhasilan karier, dan sebagainya, maka dia harus mempunyai ilmu. Misalnya, orang yang akan melamar pekerjaan di suatu kantor harus berilmu dengan simbolisasi ijasah sekolah.

Ilmu juga sebagai bekal hidup di akhirat. Artinya, jika seseorang ingin masuk surga maka dia harus mengetahui ilmunya, yaitu dengan Iman, Islam, dan amal sholeh. Dalam hal ini orang tersebut harus mengetahui mengapa, bagaimana, dan untuk apa dia beriman, berislam, dan beramal. Agama Islam memerintah pemeluknya untuk melakukan sesuatu dengan ilmu (amal ilmiah). Orang-orang yang berilmu harus mengamalkan ilmunya (ilmu amaliah).

Allah swt. berfirman, yang artinya, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (QS. al-Israa’ 17:36). Ayat tersebut merupakan dorongan agar manusia mencari ilmu pengetahuan agar kelak dapat bertanggung jawab.

Teknologi yang digambarkan sebagai peralatan modern, seperti kendaraan bermotor, pesawat, komputer, televisi, dan sebagainya, merupakan hasil pengamalan suatu ilmu seperti ilmu matematika, fisika, mesin, auronatika, elektronika, dan sebagainya. Dengan kata lain, penerapan suatu ilmu (terutama ilmu alam) akan menghasilkan sarana (peralatan) yang dipakai manusia untuk bekerja secara efektif dan efisien, dalam bentuk teknologi informasi, teknologi komunikasi, teknologi transportasi, teknologi kedokteran, dan sebagainya.

Ayat-ayat al-Quran yang berhubungan dengan teknologi antara lain adalah QS. 16:68-69, 21:79-81, 55:33, 56:68-74, 57:25, 96:1-5. Allah berfirman swt., yang artinya, “Dan telah Kami ajarkan kepada Dawud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu. Maka hendaklah kamu bersukur kepada Allah” (QS. al-Anbiyaa 21:80). “Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan” (QS. ar-Rahmaan 55:33).

Islam mendorong manusia untuk mewujudkan ilmu amaliah (ilmu yang diamalkan/diterapkan). Penerapan ilmu alam akan menghasilkan teknologi. Dengan demikian Islam mendorong manusia untuk menciptakan, memakai, dan mencintai semua jenis teknologi. Dalam hal ini Islam memberi nilai-nilai pada penciptaan dan pemakaian teknologi sehingga teknologi tidak berdampak negatif terhadap kehidupan manusia. Misalnya, sebagaimana disebutkan ayat al-Quran di atas (QS. 55:33), bahwa manusia didorong untuk melintasi penjuru langit dan menerobos penjuru bumi. Untuk itu manusia memerlukan ilmu pengetahuan seperti Fisika, Matematika, Kimia, Astronomi, Geologi, Biologi, dan sebagainya, dan juga memerlukan peralatannya (teknologinya). Nilai-nilai Islami yang diterapkan pada kegiatan pengembaraan angkasa luar dan eksploitasi bumi akan menghindarkan dari kerusakan lingkungan alam.

Kesenian merupakan ekspresi manusia tentang nilai estetis (keindahan) dalam bentuk suara, gambar, tulisan, benda, dan sebagainya. Kesenian dapat berujud seni kaligrafi, seni lukis, seni musik, seni pahat, seni patung, seni puisi, seni suara, seni tari, dan sebagainya. Kesenian sering disamakan dengan kebudayaan, atau orang sering mengganggap bahwa kebudayaan adalah kesenian, seorang budayawan ialah seorang seniman. Anggapan tersebut kurang benar karena kesenian merupakan salah satu dari unsur kebudayaan.

Agama Islam tidak melarang manusia untuk berkesenian asalkan tidak melanggar aturan-aturan agama. Hal ini karena Tuhan yang Maha Indah adalah pencipta keindahan dan Tuhan mencintai keindahan. Ekspresi nilai estetis merupakan fitrah (bawaan dasar) manusia, artinya setiap orang menginginkan keindahan, seperti seorang wanita yang suka bersolek dan seorang laki-laki yang menginginkan pakaian rapi.

Islam memberi nilai-nilai agama agar dalam kesenian tidak melanggar aturan agama, sesuai dengan fitrah manusia, dan memberi manfaat kepada manusia. Kesenian tidak dibenarkan jika melanggar ajaran agama, misalnya berkesenian lalu melupakan shalat, berkesenian dengan pakaian yang memamerkan aurat, dan berkesenian dengan melupakan, melalaikan, bahkan melecehkan Tuhan yang Maha Kuasa. Seni lukis yang menggambarkan Allah swt. atau Nabi Muhammad saw. sangat dilarang agama. Seni tari yang memamerkan tubuh (aurat), apalagi tari telanjang, sangat dilarang agama.

Pembangunan adalah upaya dalam berbagai bidang untuk mengubah keadaan masyarakat menjadi keadaan yang lebih baik, yang direncanakan dengan baik. Pembangunan juga berarti perkembangan dan pertumbuhan menuju ke hal yang lebih tinggi atau lebih baik. Jika suatu proses berjalan menuju ke hal yang buruk dan merusak, maka hal itu bukanlah pembangunan tetapi perusakan; Misalnya, penggundulan hutan, tanpa upaya reboisasi lebih lanjut, dapat mendatangkan bahaya tanah longsor, banjir, dan pengurangan habitat hutan. Namun, jika penebangan hutan dilakukan untuk suatu hal yang bermanfaat, dan kemudian dilanjutkan dengan reboisasi intensif, maka hal tersebut merupakan pembangunan.

Islam melihat pembangunan, dalam arti pertumbuhan dan perkembangan positif, sebagai sesuatu fitrah alam. Dengan demikian proses pembangunan masyarakat merupakan fitrah manusia. Dengan kata lain, manusia memerlukan perubahan-perubahan sosial yang direncanakan untuk menuju ke hal yang lebih positif, yang tidak menimbulkan kerusakan di bumi. Islam memberikan nilai-nilainya ke dalam pembangunan agar terhindar dari kerusakan. Allah swt. berfirman, yang artinya, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari dunia, dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS al-Qashash 28:77).

Dalam pembangunan bidang pendidikan, misalnya, Islam mewajibkan manusia untuk mencari ilmu, dan bahkan mencinta serta mengamalkannya. Anak-anak dididik agar menjadi orang yang berakhlak mulia serta berbakti kepada Allah swt., Rasul-Nya, dan orang tua. Nabi Muhammad saw. bersabda dalam suatu hadits, yang artinya, “Carilah ilmu walaupun di negeri China” (HR. Ibn ‘Adi dan Baihaqi); “Jadilah kamu orang yang mengajar atau belajar atau pendengar (mendengarkan ilmu) atau pecinta (mencintai ilmu), dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima (tidak mengajar, tidak belajar, tidak mendengarkan, dan tidak mencintai ilmu), maka kamu akan hancur” (HR. Baihaqi); “Didiklah anak-anakmu dengan tiga perkara pendidikan: (1) Mencintai Nabimu (Nabi Muhammad saw.) ; (2) Mencintai ahlul bait beliau ; (3) Pandai membaca al-Quran, karena sesungguhnya pembaca al-Quran itu nanti akan memperoleh perlindungan Allah, di saat mana tidak ada perlindungan kecuali perlindungan Allah, bersama-sama para Nabi dan orang-orang suci (HR. ad-Dailami).


Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
Alumni Antropologi UGM & Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga
Alumni Aberystwyth University, UK
Ketua Kibar UK 2009/2010
http://muhstarvision.blogspot.com
Reblog this post [with Zemanta]
|
This entry was posted on 02:00 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: