•11:52
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-51)
Jum’at, 22 Mei 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.


STRATEGI PENGEMBANGAN READING CULTURE (4)

Mengapa Budaya Baca Rendah?

Mengapa budaya baca di masyarakat Indonesia begitu rendah? Alasan pertama adalah faktor budaya. Oral culture (budaya lisan) masih kuat berakar di bumi Indonesia. Budaya ngomong, atau juga asal ngomong, masih sering terlihat di masyarakat. Orang lebih sering ngobrol dari pada membaca. Tidak sedikit orang lebih terbiasa melempar gosip/isu atau juga ngrasani dari pada membaca. Banyak orang lebih suka mendengarkan orang "berpidato" (berceramah, bercerita, dalang wayang kulit, dsb.) dari pada membaca. Anehnya, orang yang suka dan serius membaca, misalnya di kendaraan umum, kadang dianggap sok pinter, sok ilmiah, dan sombong.

Persaingan antara buku dengan televisi adalah alasan kedua mengapa budaya baca kita rendah. Dengan banyaknya saluran TV, orang akan senang berpindah-pindah saluran untuk memilih acara terbaik yang dapat dinikmati oleh seluruh anggota keluarga. TV, video, dan film sangat menjanjikan hiburan-hiburan yang menyenangkan. Oleh karena itu, TV jauh lebih disenangi masyarakat luas dari pada buku. Orang lebih senang menonton TV dari pada membaca buku.

Alasan ketiga adalah jumlah buku yang diterbitkan tiap tahun yang relatif sedikit. Alfons Taryadi, dalam suatu makalahnya yang berjudul Indonesia Book Industry (1995), menyebutkan bahwa jumlah buku yang diterbitkan tiap tahun di Indonesia sekitar 5000 buku. Padahal di Jepang dapat mencapai 100.000 buku per-tahun atau 20 kali lipat dari pada Indonesia. Pada tahun 2000 Indonesia yang berpenduduk sekitar 203 juta hanya memproduksi 2000 judul buku per-tahun, sedangkan Malaysia yang berpenduduk hanya sekitar 21 jiwa mampu memproduksi 15.000 judul buku per-tahun. Kebanyakan buku-buku yang diterbitkan di Indonesia adalah buku-buku paket (buku pegangan pelajaran). Industri penerbitan buku di Indonesia belum dapat secara maksimal memenuhi kebutuhan materi akademis di Perguruan Tinggi. Penerbitan buku yang minim di Indonesia juga didukung dengan sedikitnya para pakar yang bersedia menulis.

Sistem pendidikan di Indonesia juga kurang mendukung reading culture yang tinggi. Metode pengajaran di kelas kurang memotivasi pelajar atau mahasiswa untuk aktif mencari buku di perpustakaan dan giat membacanya. Pelajar atau mahasiswa hanya "diceramahi", digiring untuk hanya menyimak buku paket (diktat), tetapi tidak "dipaksa" untuk melacak buku di perpustakaan dan tidak pula diberi tugas untuk membaca serta merangkum sebuah buku. Guru kadang menjadi seorang "diktator", hanya mengacu pada satu buku diktat.

Alasan lain mengapa tidak biasa membaca adalah karena motivasi berprestasi dan rasa ingin tahu (curiousity) yang rendah. Motivasi merupakan hal yang terpenting dalam budaya baca. Jika motivasi berprestasi tinggi maka usaha untuk maju akan maksimal, termasuk dalam usaha membaca. Rasa ingin tahu yang tinggi akan mendukung minat baca.

Bagaimana Mengembangkan Budaya Iqra’?

Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, guru harus bertanggung jawab. Beberapa hal yang dapat dilakukan guru sebagai berikut :
  1. Sediakan daftar buku bacaan yang berkaitan dengan mata pelajaran. Dalam hal ini, sebelum mengajar seorang guru harus menyiapkan buku-buku rujukan mata pelajaran yang disampaikan. Buku rujukan tersebut hendaklah mudah dicari dan bila perlu murah, sehingga dapat dijangkau anak didik.
  2. Berilah anak didik tugas-tugas membaca dan meringkas isi buku yang dibaca. Anak didik diminta mengumpulkan tugas tersebut.
  3. Beritahu perpustakaan tentang buku-buku pelajaran wajib. Oleh karena itu guru perlu menjalin kerja sama yang baik dengan perpustakaan.
  4. Berilah penghargaan pada anak didik yang rajin membaca. Penghargaan itu bisa berupa sanjungan, nilai yang baik, atau hadiah buku bacaan.
  5. Jadilah teladan bagi anak didik, termasuk dalam hal membaca. Dalam hal ini guru juga harus rajin membaca. Mereka harus rajin ke perpustakaan atau rajin membeli buku (jika uang cukup). Lebih ideal lagi jika guru mempunyai perpustakan pribadi.

Orang tua di rumah juga mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan budaya baca bagi anak-anaknya. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua, yaitu :
  1. Menyediakan buku, majalah, atau koran di rumah sebagai sumber bacaan, bila perlu membuat perpustakaan keluarga.
  2. Menjadi contoh bagi anak-anaknya dalam hal membaca. Orang tua juga dituntut untuk rajin membaca.
  3. Mengatur jadwal televisi, sehingga anak mempunyai waktu untuk membaca di rumah.
  4. Mendorong anak-anak untuk mencintai buku dan perpustakaan, yaitu dengan cara sering mengajak ke toko buku (dari pada toko mainan) atau ke perpustakaan (dari pada pusat permainan video game).

Perpustakaan sebagai information centre merupakan "panglima" dalam memberantas kemalasan membaca. Dengan kata lain, perpustakaan menjadi tonggak pokok dalam mempromosikan budaya baca. Beberapa upaya dalam pengembangan budaya baca yang harus dilakukan oleh perpustakaan, antara lain :
  1. Mempromosikan perpustakaan dan minat baca
  2. Mengadakan lomba membaca dan pameran buku
  3. Kampanye pengumpulan buku
  4. Mengorganisasi kelompok pecinta buku
  5. Penelitian minat baca masyarakat
  6. Meminta pemerintah, penerbit, dan organisasi sosial/keagamaan untuk menyumbang buku ke perpustakaan, dan sebagainya

Bagaimana mengembangkan kebiasaan membaca, khususnya bagi pelajar dan mahasiswa? Jane E. Campbell, mantan Kepala Bagian Informasi dan Buku the British Council Jakarta, menjelaskan strategi untuk mengembangkan kebiasaan membaca para pelajar dan mahasiswa; Yaitu, Pertama, know your library. Pelajar dan mahasiswa perlu mengenal perpustakaan karena perpustakaan merupakan information centre, yaitu tempat menyimpan informasi, termasuk informasi tentang pelajaran/kuliah. Perpustakaan sekolah biasanya menyediakan buku-buku pelajaran, majalah-majalah ilmiah, dan surat kabar yang dapat menambah wawasan.

Kedua, locate books and journals in your field. Artinya, di perpustakaan pelajar dan mahasiswa dapat memperoleh buku atau majalah yang sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajari. Dalam hal ini, mereka perlu mengetahui tempat buku atau majalah itu berada, dan hendaklah tempat tersebut diingat-ingat.

Ketiga, photocopying articles. Sumber informasi pelajaran yang berasal dari buku atau majalah kemudian dicatat atau difotokopi. Dalam hal ini, pilih tulisan (artikel) yang benar-benar dibutuhkan. Sumber informasi yang telah dipotokopi hendaknya terus dibaca, tidak hanya difotokopi saja.

Keempat, keep files. Bahan-bahan pelajaran yang telah diperoleh hendaklah disimpan dengan baik sebagai arsip yang kelak dapat dibaca lagi. Arsip ini dapat diklasifikasi menurut pelajaran tertentu dan disimpan pada tempat yang aman.

Kelima, read selectively. Bahan-bahan pelajaran yang telah diperoleh hendaklah dibaca secara selektif, artinya dibaca sesuai dengan kebutuhan. Jika semua tulisan dibaca maka akan memakan waktu yang lama dan mengundang kejenuhan. Dengan kata lain, semua isi buku tidak perlu dibaca tetapi sebagaian saja yang benar-benar diperlukan.

Keenam, allocate time to read regularly. Jika benar-benar ingin membangun reading culture maka pelajar dan mahasiswa harus menyisihkan waktu untuk membaca secara rutin, misalnya satu jam per-hari. Waktu terbaik yang mungkin dapat dimanfaatkan untuk membaca adalah pagi setelah bangun tidur atau malam menjelang tidur.

Ketujuh, find an appropriate place to read. Pelajar dan mahasiswa perlu mencari tempat yang tepat untuk membaca yaitu tempat yang tenang dan sejuk seperti di perpustakaan atau kamar belajar. Tempat yanag tenang, sejuk, dan cukup penerangan memang mendukung kenikmatan membaca.

Kedelapan, form discussion groups. Mereka perlu juga membentuk kelompok-kelompok diskusi yang dapat memotivasi untuk memperbanyak membaca. Kelompok diskusi akan mendorong anggotanya untuk bersama-sama melacak informasi bahan diskusi. Di Indonesia terdapat kelompok Masyarakat Gemar Membaca yang diurus dari tingkat pusat sampai daerah.


Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
Alumni Antropologi UGM & Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga
Alumni Aberystwyth University, UK
Ketua Kibar UK 2009/2010
http://muhstarvision.blogspot.com
|
This entry was posted on 11:52 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: