•14:51
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-40)
Jum’at, 6 Maret 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

WAKIL RAKYAT & PRESIDEN SEPERTI APA ???


Al-Mawardi (975 – 1059 M), lengkapnya Abu Hasan Ali bin Habib al-Mawardi al-Bashri, seorang pemikir Islam, berpendapat bahwa pemilihan kepala negara (presiden) mencakup dua hal, yaitu ahlul ikhtiar (mereka yang berwenang memilih pemimpin – orang yang memilih – misalnya rakyat) dan ahlul imamah (mereka yang berhak menjadi pemimpin – orang yang dipilih – misalnya wakil rakyat atau presiden). Tiga syarat untuk ahlul ikhtiar adalah bersikap adil, berilmu pengetahuan, dan arif serta berwawasan luas. Dalam konteks pemilihan umum di Indonesia pada tahun ini, ahlul ikhtiar adalah rakyat Indonesia yang harus adil, berilmu (mengenal sosok calon wakil rakyat atau presiden serta program-programnya), dan arif (bijaksana) ketika memilih wakil rakyat atau presiden.


Adapun syarat-syarat untuk calon pemimpin (ahlul imamah), menurut al-Mawardi, ialah sikap adil; ilmu yang memadai; sehat pendengaran, penglihatan serta lisannya; utuh anggota tubuhnya; wawasan luas dalam mengatur kepentingan rakyat; dan keberanian untuk melindungi rakyat dari musuh. Dalam konteks pemilihan umum di Indonesia pada tahun ini, ahlul imamah adalah wakil rakyat dan presiden, yang hendaknya memenuhi persyaratan tersebut.


Sedangkan Hujatul Islam Imam al-Ghazali (1058 – 1111 M), teolog muslim terkemuka, dalam bukunya Ihya' 'Uluumuddiin, berpendapat bahwa kepala negara (presiden) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : baligh, sehat akal, merdeka (bukan budak), laki-laki, sehat pendengaran dan penglihatan, mendapat hidayah dari Allah, ilmu pengetahuan luas, dan sifat wara' (kehidupan yang bersih serta mampu mengendalikan diri, tidak berbuat hal yang terlarang dan tercela). Wakil rakyat pun hendaknya juga memenuhi syarat-syarat tersebut.


Al-Farabi (870 – 950 M), lengkapnya Abu Nashar bin Muhammad bin Muhammad bin Tharkan bin Unzalagh, seorang ilmuwan muslim tersohor, dalam buku politiknya berjudul al-Siyasah al-Madaniyah (politik kenegaraan) memberikan syarat-syarat kepala negara (presiden) sebagai berikut : (1) lengkap anggota badannya, (2) baik daya pemahamannya, (3) tinggi intelektualitasnya, (4) pandai mengemukakan pendapat dan mudah dimengerti uraiannya, (5) pecinta pendidikan dan gemar mengajar, (6) tidak rakus dalam hal harta dan wanita, (7) pecinta kejujuran dan pembenci kebohongan, (8) berjiwa besar dan berbudi luhur, (9) tidak memandang penting kekayaan dan kesenangan dunia, (10) pecinta keadilan dan pembenci kedhaliman, (11) mudah diajak menegakkan keadilan dan sangat sulit bahkan tidak bisa berbuat dhalim, dan (12) pendirian kuat, penuh keberanian, dan tidak berjiwa kerdil.


Ibnu Khaldun (1332 – 1406 M), lengkapnya Abd al-Rahman bin Muhammad bin Muhammad bin Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Ibrahim bin Abd al-Rahman bin Khaldun, seorang sosiolog Muslim terkenal, dalam bukunya Muqadimah menyatakan bahwa kepala negara hendaknya berpengetahuan luas, adil, mampu, sehat badan serta utuh semua panca indranya. Wakil rakyat hendaknya memenuhi syarat-syarat menurut al-Farabi dan Ibnu Khaldun tersebut.


Wakil Rakyat dan Presiden Indonesia


Sipil atau militer (mantan militer) bukanlah kriteria untuk presiden Indonesia. Indonesia telah berpengalaman dipresideni oleh sipil dan militer, tetapi kenyataannya masih diselimuti berbagai penyimpangan. Berdasar pengalaman Indonesia, presiden militer melahirkan otoritarianisme dan korup serta kemaksiatan merajalela, sedangkan presiden sipil bersikap lemah menghadapi separatisme dan campur tangan negara asing, juga lemah menghadapi koruptor dan berbagai kemaksiatan. Akhir-akhir ini banyak wakil rakyat yang tertangkap basah karena korupsi.


Kriteria wakil rakyat dan presiden Indonesia adalah amanah, fathonah, shidiq, dan tabligh. Mereka harus amanah (dapat dipercaya). Jabatan wakil rakyat dan presiden bukan milik manusia tetapi hakekatnya milik Allah Malikin-naas (Raja manusia). Jabatan wakil rakyat dan presiden hanya sekedar dipinjamkan atau dipercayakan kepada orang yang benar-benar dapat dipercaya atau bersifat al-amin; Apakah dia menjabat wakil rakyat atau presiden dengan mengikuti hawa nafsunya sebagai manusia atau mengikuti petunjuk Allah yang berupa kebenaran, keadilan, kedamaian, keikhlasan, kesatuan, kejujuran, kasih sayang, dan sebagainya.


Fathonah berarti cerdas, pandai, atau berilmu tinggi. Wakil rakyat dan presiden harus berilmu tinggi dan berwawasan luas karena dia mengurusi hal-hal yang sangat besar. Dia harus memiliki kecerdasan, baik kecerdasan intelektual (intellectual quotient), kecerdasan emosi (emotional quotient), maupun kecerdasan spiritual (spiritual quotient). Dia harus pandai, mampu mengendalikan emosi, dan sangat taat kepada Allah dalam kehidupan.


Shidiq berarti benar atau jujur. Wakil rakyat dan presiden harus senantiasa dalam kebenaran (kejujuran), kebenaran apapun seperti kebenaran berbicara, kebenaran berbuat, kebenaran berpikir, kebenaran peraturan, kebenaran hukum, ekonomi, politik, hankam, dan sebagainya. Sebagaimana pendapat al-Farabi, presiden harus pecinta kejujuran dan pembenci kebohongan. Nabi Muhammad saw mengatakan, "Hendaklah kamu berbuat jujur, sebab kejujuran membimbing ke arah kebajikan, dan kebajikan membimbing ke arah surga. Hindarilah perbuatan bohong, sebab kebohongan membimbing ke arah kejelekan, dan kejelekan membimbing ke arah neraka" (H.R. Bukhari Muslim).


Wakil rakyat dan presiden Indonesia harus bersifat tabligh (menyampaikan). Mereka harus menyampaikan ilmu sehingga rakyatnya pandai. Mereka harus menyampaikan harta sehingga rakyatnya sejahtera. Mereka harus menyampaikan keamanan sehingga rakyatnya tenang. Mereka harus menyampaikan keadilan sehingga rakyatnya tidak terpecah belah. Mereka harus menyampaikan kebaikan sehingga rakyatnya terhindar dari kemaksiatan. Mereka harus menyampaikan keberanian sehingga rakyatnya tidak penakut. Mereka harus menyampaikan keluhuran budi sehingga rakyatnya tidak menjadi preman. Mereka harus menyampaikan peraturan yang bijak sehingga rakyatnya patuh. Mereka harus menyampaikan kebersihan sehingga rakyatnya jernih. Mereka harus menyampaikan kehormatan sehingga rakyatnya berwibawa. Mereka tidak hanya menyampaikan itu semua tetapi juga memberi keteladanan seluruh kebaikan itu.


Allah berfirman, yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim" (QS al-Maidah 5:51). "Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman" (QS al-Maidah 5:55-57).

Semoga menjadi bahan renungan sebelum pemilu 2009.


Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
http://muhstarvision.blogspot.com
|
This entry was posted on 14:51 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: