•18:37
Pengajian of Dearest Friday – PDF (seri ke-41)
Jum’at, 13 Maret 2009

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

GAGASAN DEMOKRASI PROPETIK

Istilah ‘demokrasi’ berasal dari kata bahasa Yunani ‘demos’ yang berarti rakyat (people) dan kata ‘kratia’ yang berarti ‘aturan’ (rule) atau ‘pemerintahan’. Jadi, demokrasi merupakan aturan tentang orang, yaitu bagaimana hubungan seseorang dengan orang lain terutama dalam kehidupan komunal.

Secara terminologis, pada lazimnya demokrasi diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang melibatkan seluruh anggota masyarakat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut masalah kenegaraan dan kepentingan bersama. Kedaulatan di suatu negara berada di tangan rakyat. Dengan pengakuan hak-hak rakyat, pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat.

Pemerintahan semacam ini membedakan dengan pemerintahan yang hanya diatur oleh sekelompok orang tertentu (dalam bentuk aristokrasi atau oligarki) atau oleh seorang individu kuat (dalam bentuk diktator atau monarki). Kepentingan individu atau kelompok tertentu tidak mendapatkan tempat di alam demokrasi.

Demokrasi yang selama ini dikenal berasal dari Barat. Pada mulanya demokrasi dikenal oleh bangsa Yunani pada abad VI Sebelum Masehi. Pada saat itu di Yunani dibentuk negara-negara kota (the Greek City States) yang masing-masing mempunyai pemimpin yang disepakati dan didukung rakyat (legitimated leaders). Di salah satu negara kota, Athena misalnya, seluruh warga – besar, kecil, pria, wanita, kaya, miskin, majikan, buruh, dan bahkan orang asing di sana, berpartisipasi penuh dalam mengatur negara dan kepentingan bersama.

Demokrasi ala Barat memang mengedepankan suara orang banyak (rakyat). Kedaulatan ada di tangan rakyat. Bahkan ada ungkapan bombastis “suara rakyat adalah suara tuhan”. Apakah demokrasi ala Barat diadopsi begitu saja tanpa kritik?

Demokrasi ala Barat kurang memperhatikan nilai kebenaran tetapi lebih menekankan nilai kebersamaan. Demokrasi model ini merupakan demokrasi sekuler yang tidak dekat dengan nilai-nilai religi. Padahal, apakah orang banyak (rakyat bersama) selalu benar? Apakah orang yang bersama itu mesti benar? Apakah rakyat itu steril dari kesalahan?; Bagaimana menghadapi perbedaan kepentingan? Dan apakah rakyat itu tuhan?

Dalam kenyataannya (misalnya di Indonesia), penerapan demokrasi ala Barat menghasilkan banyak penyimpangan, seperti korupsi, manipulasi data, sifat materialis berlebihan, perpecahan, perselisihan tajam, dan segala bentuk kemaksiatan. Demokrasi macam apa yang harus diberikan kepada anak bangsa Indonesia sebagai alternatif? Jawabannya adalah demokrasi propetik, yaitu demokrasi yang didasarkan pada ajaran Allah - Tuhan Sang Pencipta Manusia dalam agama (ad-diin) yang diberikan kepada manusia melalui para Nabi (prophet).

Kita hendaknya kritis terhadap demokrasi Barat. Kita harus selektif dan harus menyesuaikannya dengan kepribadian bangsa Indonesia yang beragama. Demokrasi di Indonesia seharusnya disesuaikan dengan ajaran Islam sebagai agama mayoritas di negeri ini, sehingga tidak sekuler. Nilai-nilai Islam harus dimasukkan pada ajaran demokrasi.

Komponen demokrasi propetik yang digambarkan dalam Islam adalah saling mengenal (ta’aruf), musyawarah (syuura), kerja sama (ta’awun), adil (‘adl), kebaikan masyarakat (mashlahah), dan perubahan (taghyir). Semua komponen tersebut harus berdasarkan tauhid.

Tauhid adalah ajaran keesaan Tuhan, mengimani satu Tuhan, meyakini satu. Dalam hal ini otoritas kekuasaan dan kedaulatan hanya semata dimiliki oleh Tuhan, kekuasaan dan kedaulatan itu satu milik Tuhan – Allah yang Maha Kuasa. Kekuasaan yang ada di dunia manusia hanyalah sekedar “barang pinjaman” milik Tuhan (amanah Allah). “Barang pinjaman” itu harus digunakan sebaik-baiknya menurut kehendak dan aturan Sang Pemilik.

Pada hakekatnya jabatan bukan milik manusia, kekuasaan bukan milik rakyat, tetapi semua itu milik Allah yang diamanatkan kepada manusia sebagai khalifah. Manusia jangan sewenang-wenang memegang kekuasaan, tetapi harus terus “berkonsultasi dengan” ajaran Allah.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu jika menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil ….” (QS an-Nisaa 4:58). “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui” (QS al-Anfaal 8:27).

Komponen demokrasi propetik tersebut di atas perlu diajarkan dengan serius kepada anak bangsa Indonesia.

Ta’aruf merupakan perkenalan kepada orang lain atau bangsa lain dalam berbagai hal seperti mengenal nama, alamat, bahasa, pemikiran, kepribadian, dan budayanya. Realitas sosial memang menunjukkan bahwa manusia itu plural, terdiri dari berbagai bahasa, bangsa, agama, dan adat kebiasaan, sehingga manusia dituntut untuk saling mengenal. Ta’aruf mengharuskan adanya kesadaran tentang persamaan (equality), kemerdekaan (liberty) dan dialog (dialogue).


MPR merupakan perwujudan lembaga syuura - sebagai komponen kedua. Musyawarah meniscayakan tukar pikiran, diskusi konstruktif, perhatian terhadap suara terbanyak, respek kepada orang lain, dan hubungan sosial. Musyawarah harus memperhatikan aturan-aturan Allah agar tidak menimbulkan konflik sosial.

Ta’awun (kerja sama) merupakan suatu keharusan yang harus diwujudkan manusia sebagai mahluk yang memang tidak dapat hidup sendirian. Kerja sama diwujudkan dalam koridor kebaikan dan taqwa, bukan atas dasar dosa dan kemunkaran. Dalam hal ini orang yang kaya lebih membantu yang miskin, orang yang pandai lebih menolong yang bodoh, dan para pejabat harus lebih memperhatikan rakyat (bukan memperhatikan keluarga, kelompok, atau partainya).

Adil (‘adl), menurut ahli Tafsir M. Quraish Shihab, berarti seimbang, sama, perhatian kepada hak-hak individu serta dikembalikan kepada pemiliknya. Keadilan harus dinisbatkan kepada Allah yang Maha Adil, tidak diukur dengan nafsu manusia. Keadilan juga harus meliputi keadilan distribusi (distributive justice), yaitu keadilan yang menyebar di seluruh aspek kehidupan, dan keadilan produksi (productive justice), yaitu keadilan yang harus masuk ke dalam segala proses yang menghasilkan sesuatu.

Kebaikan masyarakat (mashlahah) menjadi cita-cita bersama. Mashlahah harus menyebar ke seluruh warga masyarakat, bukan kebaikan menurut individu atau kelompok tertentu, bukan kebaikan ala elit politik atau elit ekonomi. Kebaikan yang sesungguhnya adalah kebaikan dari Dzat yang Maha Baik, yaitu kebaikan yang bersumber dari ajaran Allah dalam Kitab Suci. Kebaikan menurut manusia belum tentu sesuai dengan kebaikan menurut Allah, tetapi kebaikan menurut Allah dipastikan membuat maslahah untuk ummat manusia.

Komponen terakhir adalah perubahan (taghyir). Perubahan, yang merupakan proses sunatullah untuk seluruh mahluk, berlangsung secara bertahap. Dalam demokrasi terdapat perubahan-perubahan yang gradual, seperti proses pencalonan pejabat dari tahap satu ke tahap berikutnya, menurut aturan tertentu, sehingga tidak lahir pejabat “karbitan” atau pejabat hasil nepotisme. Perubahan dalam demokrasi tentunya perubahan yang positif, yaitu meningkat menjadi lebih baik – dari biadab ke beradab, dari bodoh ke pandai, dari buta politik ke melek politik, dan dari cuek lingkungan menjadi sadar lingkungan. Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya.

Sudah waktunya komponen-komponen demokrasi propetik tersebut disosialisasikan dan diinternalisasikan kepada seluruh anggota masyarakat. Kita tidak perlu menunggu waktu yang lebih lama lagi untuk menjadikan demokrasi propetik dikenal dan diterapkan di masyarakat, bukan demokrasi sekuler ala Barat yang diterapkan,

Wallaahu a’lam bish-shawwab,
Fas-aluu ahladz-dzikri inkuntum laa ta’lamuun

Penulis:
Muhammad Muhtar Arifin Sholeh
Dosen di UNISSULA Semarang
Ph.D Student di Department of Information Studies, University of Sheffield UK
http://muhstarvision.blogspot.com
|
This entry was posted on 18:37 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: